Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Aku masih duduk terdiam di balkon kamarku. Angin menerpa wajahku, hawa dingin tidak membuatku ingin lekas beranjak. Aku masih saja memandang awan di bawah sinar bulan keperakan. Malam ini sunyi.
Bulan purnama. Aku menghela nafas panjang. Tidak ada suara bising malam ini, kerik jangkrik pun tidak terdengar. Hanya sayup-sayup suara daun kering terhempas angin.
Aku menghitung mundur dalam hati, satu, dua, tiga.... Aku memejamkan mata. Ada suara yang aku dengar. Suara itu mengajakku bicara. Tiba-tiba tubuhku seperti ditarik. Aku melewati lorong-lorong, seperti rumah jaman dulu. Aku berjalan mengelilinginya. Aku tersentak. Aku tersadar ketika Rina memegang pundakku.
"Tidak Tidur?"
"Sebentar Lagi," jawabku singkat. Rina akhirnya mendahuluiku masuk ke kamar lalu lekas menaiki ranjangnya.
Kamar ini memang digunakan untuk dua orang. Aku tinggal di asrama sekolah. Rina dan aku berkenalan saat kita berdua sama-sama baru masuk di asrama ini.
Aku melihat ke sekelilingku, masih enggan beranjak pergi dari tempat dudukku. Hatiku gelisah, seperti ada yang mengawasiku. Aku memejamkan mata kembali. Mencoba berkonsetrasi. Suara itu kembali terdengar.
Siapa? ucapku dalam hati. Mungkin terdengar lucu, tapi entah kenapa aku merasa ada yang ingin mengajakku bicara. Tiba-tiba angin berhembus, hawa dingin menusuk tubuhku. Aku membuka mata kembali.
Aku lihat Rina, ia sudah tertidur di ranjangnya. Aku memperbaiki posisi dudukku. Aku tahu ada yang ingin berbicara, sedari kemarin aku merasakan hal-hal aneh.
Aku pejamkan mataku kembali. Seklebat memori begitu saja terputar di pikiranku. Aku berada di halaman luas. Ada ayunan di sana. Aku menoleh ke belakang, aku melihat rumah putih megah. Aku makin penasaran, kenapa tiba-tiba aku bisa melihat memori ini. "Namaku Airin," begitu saja muncul di pikiranku. Aku tidak tahu dari mana suara itu berasal.
"Terima kasih sudah mendengar aku. Aku hanya ingin bercerita." Suara itu seperti muncul begitu saja dan anehnya aku juga berbicara di batinku.
"Apa yang terjadi?"
Aku menghela napas, aku dibawa kembali berfokus pada cuplikan-cuplikan memori yang begitu saja muncul dalam pikiranku. Apa maksudnya semua ini.
Suara itu perlahan bercerita tentang kehidupannya. Tentang namanya, keluarganya, dimana mereka tinggal, bagaimana kesehariannya. Hingga pada saat dia tewas.
Aku mati begitu saja, saat itu ayahku pergi melihat perkebunan. Aku bersama adikku di rumah. Ibuku juga telah meninggal. Aku tidak tahu dari mana asal keributan itu. Tiba-tiba waktu terasa semakin cepat. Aku ketakutan, aku dan adikku sembunyi di kolong tempat tidur. Aku mendengar suara-suara tembakan. Memekakan telinga. Aku takut...
Begitulah cerita yang Airin paparkan. Dia bercerita bahwa dia masih remaja saat itu. Dia masih ingat jelas orang-orang yang membunuh keluarganya saat itu. Aku tertegun mendengar obrolan yang ada di pikiranku.
Izinkan aku melihatmu. Batinku. Seraya didera rasa takut dan penasaran. Tiba-tiba di bawah sana, di dekat pohon berdiri sosok yang memunggungiku. Apakah itu kamu? Tanyaku dalam hati.
Di dalam otakku. Airin menjawab iya, tapi dia tidak mau berbalik memperlihatkan wajahnya. Aku tanya kenapa, dia menjawab malu. Dan aku pun meyakinkannya untuk tidak malu.
Akhirnya dia berbalik arah. Betapa kagetnya aku. Wajahnya tak berbentuk. Aku berteriak. Aku lari ketakutan...