Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Didepan laptop yang masih menyala, roti kukis yang masih hangat dan satu lagi. Anak kecil berambut pirang itu sedang menatapnya sendu dari kolong meja tempat Geo duduk. Hujan rintik-rintik membasahi awal bulan November tahun ini.
Geovanial, nama yang tertera dilembar kertas post it yang menempel di dinding. Nama yang mungkin akan selalu diingat anak kecil itu. Anak kecil itu adalah arwah penasaran, laki-laki berusia 23 tahun tahu soal itu.
"Abang". Anak kecil itu berucap.
Deg. Perasaannya terengah ketika kata-kata itu terucap darinya. Tatapan anak kecil itu sendu. Tatapan penuh kesepian. Gei menyadari bahwa anak kecil ini kesepian.
"Aku bukan abangmu". Jawabnya, Geo menggertaknya agar segera pergi.
"Abang". Ucapnya lagi, anak yang masih berdarah Eropa itu beranjak pergi dari bawah mejanya.
*
Kopi masih hangat. Udara dingin menusuk kulitnya, pepohonan didepan rumah bergoyang mengikuti angin yang menerpa. Geo, sudah hampir 2 Minggu tinggal dirumah bekas peninggalan Belanda. Rumah ini adalah warisan dari sang kakek buyutnya kepada cucunya. Hanya dia yang berani tinggal dan tidur dirumah yang sudah hampir berusia 100 tahun itu.
"Dia kesepian", ungkapnya. Geo menatap anak kecil itu bermain tanpa rasa takut diwajahnya. Senyum sumringah kita ketika ada sosok wanita berkebaya kuning bermotif bunga seroja menemani anak kecil bermain ayunan dibawah pohon.
"Temannya cuma dia", lihatnya lagi. Seakan tahu ia sedang diamati sosok wanita berkebaya kuning itu menatapnya, ada senyum diujung bibirnya.
"Argh. Kok malah senyum balik ke gue". Geo langsung membuang mukanya ke arah lain dengan kopi yang masih ditangannya.
"Argh. Sial". Umpatnya lagi, ia menghindari wanita berkebaya kuning dan anak kecil malah mendapati sosok.
Sosok pocong berwajah hitam berdiri didepan jendela kaca yang menerawang dari dalam. Kain putih lusuh seperti terkena tanah masih jelas dilihatnya.
"PERGI!" usirnya, dengan tangan kanannya menunjuk ke arah luar sana.