Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Sore itu aku susuri jalan yang tampak ramai oleh puluhan manusia.Setelah dari kantor, aku sedikit lelah karena pekerjaan yang begitu menguras fikiran.
Setiap sudut keramaian aku lihat mimik wajah yang berbeda. Ada yang begitu antusias bercerita tentang liburannya yang memakan biaya mahal. Ada yang saling berbisik ketika salah seorang dari mereka tengah membeli minuman.
Dan ada yang berwajah empati ketika temannya bersedih karena kisah cintanya yang tak semulus drama percintaan.
Karena fokus menatap setiap orang, aku tak sengaja menabrak anak yang lebih muda dariku.
Dia meminta maaf dan berlalu meninggalkanku yang tengah membereskan isi tas yang sedikit berserakan.
Aku kemudian duduk di halte dan menanti bus yang akan berangkat menuju apartemen.
Kakiku benar- benar lelah, seharian turun tangga dan berlari kesana kemari untuk mencetak laporan kantor.
Baru ingin bersandar pada dinding halte, handphoneku berdering.
"Halo"ucapku tampa melihat siapa yang menelfon.
"Sin, kamu lagi dimana?"
"Baru pulang dari kantor, kenapa?" ucapku datar
"Kamu bisa nggak pinjamin aku uang satu juta. Pas gajian aku bayar"
"Aku nggak punya uang sebanyak itu za"
"Kok lo pelit sih sin"
"Bukan pelit za, aku baru kemarin ngirimin adekku uang. Sekarang harus irit buat sebulan ke depan"
"Pelit banget sih"
Panggilan seketika dimatikan.
Aku benar- benar lelah menghadapi sandiwara sedari tadi.Di tempat kerja aku seolah memasang topeng manusia baik hati yang mau saja di suruh ini dan itu. Di sepanjang jalan yang kulihat juga hal yang sama, memasang topeng- topeng sandiwara untuk bertahan hidup.
Dan dia yang menelfonku tadi adalah manusia paling hebat dalam memasang topeng sandiwara dan lebih baik dari diriku sendiri.
Hanya satu orang yang aku percayai tapi aku juga tidak tahu pasti kapan dia akan main sandiwara atau malah bertahan dengan kemurnian dirinya.
Tapi ketika kesulitan orang kira kita nggak peduli but inilah kehidupan