Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Sebut saja namanya Rahman. Kami kenal cukup lama, bahkan kami menjalin ikatan melalui dunia maya. Aku tak pernah tahu wujud aslinya, setelah aku putar ulang perkenalan ini sepertinya aku yang lebih terbuka jati diriku ke Rahman. Aku bagai kehausan kasih sayang dapat chat darinya saja aku senang sekali rasanya dunia milik kami berdua. Besok 7 tahun hari kami jadian dan dia memutuskan untuk berjumpa dengan aku. Aku tak banyak tahu tentangnya yang aku tahu dia seorang guru.
HP aku bunyi siapa lagi kalau bukan kekasih maya aku 'Rahman'.
"Pagi Angel kekasihku kita ketemu boleh? Aku sudah siap untuk berjumpa kamu. Aku harap kamu terima aku apa adanya kalau sudah ketemu aku ya?"
"Pagi juga Rahman kekasihku yang penyayang, pasti aku terima kamu apa adanya. Don't worry honey."
Dalam bayangan aku dia tampan, badanya gagah, mempunyai dada yang bidang. Ah ... All the best the better I confident I believe.
Masa yang ditunggu pun tiba.
Aku lihat dua lelaki kecil tinggi menghampiriku aku hanya kerutkan kening saja, Apa dia Rahman?"
"Hi. Sudah lama menunggu?"dia hulur tangan aku tak sambut. Dia paham dan senyum.
"Sudah pesan makan?"
Aku geleng kepala hatiku bersuara, "Ya. Ternyata betul filingku dia orangnya?"
"Kenapa ngelamun? Apa kabar?"
"Bad," balasku.
Dia senyum dan mengaduk minumnya untuk di beri ke kawan sebelahnya.
"Aku cuma mau wakilin Rahman kalau kamu siap enggak jadi istri dia?" Kemudian dia lanjut lagi.
"Aku Rohim, ini Rahman," menunjuk kawanya.
Aku masih diam.
"Dia bisu Angel."
Jeduar! ...
Mendengar pengakuan yang mengejutkan. Aku pergi meninggalkan mereka tidak kujawab biar tergantung.
Sebulan kemudian.
"Angel. Sebaiknya kamu lihat Rahman di pantai Ancol dia Lomba kuda pedahal dia tidak bisa menunggang kuda."
"Makasih Rohim kabarnya."
Sampai ditempat.
Aku lihat Rahman tidak boleh kawal kuda yang marah hanya wajah takut menghiasinya karena dia bisu.
Aku ambil kuda yang ada dan aku pecut kuda lalu aku gapai tanganya kemudian tarik kebawah. Baru itu aku dengar suaranya "U U A A," sambil pegang jantungnya yang berdetak hebat.
Aku balas. "A A U U."
Dia tersenyum lalu menunjuk arah senja dan mengeluarkan kertas dia tulis.
"MENGGAPAI CINTA DI HUJUNG SENJA"
Aku liat tulisanya huruf besar semua.
"Ku kejar cinta di hujung senja," balasku.
Dia tulis lagi, " Marry me?"
Walaupun dia bukan tipeku tapi aku angguk saja kasian. Pesan embah buyutku "Trisno jalalar seko kelino."
Akhirnya kami sah dan tiap hari dia selalu buat kata-kata dengan kertasnya kan dia bisu.
"Cabe."
Aku tak tanya maksudnya. Aku beli cabe 10 kg sambal semua.
"Cabe."
Aku lihat wajahnya merah dan bolak-balik tandas.
"Oh! Pedas ya sambal belacanku?"
Dia angguk.
Mempunyai suami bisu memang perlu hati-hati.
Aneh bin ajaib sering aku beri cabe akhirnya dia boleh bicara.
"Yuhuy! Suamiku tak bisu lagi!"
"Ya tapi usus buntu gantinya."
Akhirnya setelah berobat tak sembuh suamiku pergi untuk selama-lamanya.
"Sabar ya. Setidaknya kalian sudah pernah hidup bersama."
"Makasih ya Rohim," balasku ke sahabat Rohman.
The End.