Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Romansa yang mengandung percintaan. Semasa sekolah tak pernah kurasakan dan bahkan kujauhi kala itu, hal ini disebabkan menyatukan dua hati yang berbeda. Jangan berpikir kesana, berpikir aku bisa hidup normal hingga dewasa saja sudah hampir memakan seluruh hidup ini.
Dimana keseharianku lebih banyak untuk minum obat, menjaga stamina tubuh dan rajin untuk periksa ke dokter, hal yang sangat melelahkan ingin menyerah dan menangis namun selalu ingat kata keluarga anak laki anti menangis. Tapi aku ini manusia biasa yang bisa bahagia, sedih, tertawa dan menangis.
Terlebih aku berpikir mana ada wanita yang suka sama pria yang punya penyakit sejak lahir dan telah divonis oleh dokter hanya bisa hidup normal dengan bantuan obat-obatan hingga remaja, jika bisa masuk SLTA itu sebuah keajaiban dan itu wilayah kuasa Ilahi semata.
Dari kecil hingga SLTA aku tidak lepas dari namanya berbagai macam obat,pengambilan sampel darah hingga namanya dokter khusus yang namanya psikiater. Penyakit yang menyerang saraf otak ini membuatku selalu dilindungi dan dijaga oleh keluargaku, sehingga sempat orang tuaku bertanya,
“bagaimana hidupmu jika kami telah tiada”
Karena tidak mungkin merasakan romansa saat ABG saat itu walaupun hasrat ada maka tempat pelarianku adalah berolahraga, hingga sempat masuk SSB. Namun dari situlah awal mula tanpa sadar bahkan secara sadar aku terseret yang namanya perjudian.
Dikarena aku mendapatkan ilmu dasar sepakbola dari sekolah dasar maka ketika SLTP banyak yang suka jika aku bergabung ke dalam timnya, awalnya suka-suka hingga akhirnya suatu saat penawaran untuk bermain bola dengan taruhan yang kalah bayar lapangan saja.
Sekali dua kali iya yang kalah hanya bayar lapangan hingga akhirnya ditentukan jika bertanding harus menyiapkan uang sekitar 100 ribu rupiah dimana saat tahun 90an lapangan sepakbola harga sewa sekali main ditempatku 40 ribu lengkap dengan wasit, hakim garis dan orang papan skor.
Dari sana setiap habis pertandingan aku dibayar 7.000 rupiah saja, hingga akhirnya aku keterusan sehingga hampir tiap hari aku bertanding sepakbola paling minim 5 kali seminggu, pundi-pundi uang pun mengalir kadang dalam sebulan bisa mencapai 500 ribu rupiah saat ada taruhab yang lebih besar.
Aku sudah melupakan hasrat alami romansa atau kisah cinta, tak ada terbesit pun untuk suka sama lawan jenis walaupun terbesit aku selalu berkata dalam hati “suka sama wanita atau pacaran ngabisin duit, bagus duitnya beli obat aja”, begitu pikirku.
Singkat cerita yang membuat aku berhenti untuk bermain bola adalah cedera yang menghampiri, dimana lepasnya tulang sendi lutut hingga aku tidak bisa berjalan lagi. Dan aku pun dibawa ke dokter dan harus di gip yang beresiko kakiku cacat permanen, bagai disambar petir kekagetan dan ketakutanku.
Mulailah aku mencari jalan agar kakiku kembali normal dari medis hingga non medis, hingga akhirnya aku mendatangi seorang tabib dan berjalan normal lagi dengan syarat aku harus berlatih memperkuat tulang dan sendi.
Syukurnya disarankan untuk ikut pelatihan beladiri shaolin kungfu namun aku ditempatkan dibagian pengembalian kondisi fisik.
Sejak cedera lutut itu aku sudah mengubur lebih dalam hasrat percintaan dengan lawan jenis, aku fokus minum obat serta mengikuti terapi penyakitku dari kecil hingga sekarang.