Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Malam yang indah.
Aku berdiri diatas sebuah jembatan besi yang kokoh sambil tersenyum bahagia. Langit begitu indah bertabur bintang-bintang yang berkerlap-kerlip. Bumi begitu sepi. Aku mencium aroma melati. Yang kudengar hanya nyanyian jangkrik, desiran suara air sungai begitu menenangkan. Dunia begitu indah, tapi hidupku bukanlah salah satunya. Hari ini adalah hari terbaik tuk mati.
Aku bersiap meloncat, kakiku bergetar hebat. Ragu mulai mengisi jiwaku. Aku tidak ingin mati, tapi aku tak mau hidup di dunia yang menyedihkan ini.
"HENTIKAN!"
"Siapa itu?" aku tersentak. Terdengar suara langkah kaki. Suaranya berasal dari lorong yang gelap. Dibalik remang-remangnya lampu jalanan, nampak jelas gadis hitam manis berbaju putih berjalan kearahku. Dia berjalan memakai sebuah tongkat. Aku terkejut melihat matanya yang buta.
"Kalo mau mati jangan nyusahin orang. Pergi sana ke rawa-rawa!" celetuknya.
Aku terdiam.
"Di sana ada kolong jembatan." dia menunjuk ke seberang sungai. "Banyak orang lagi tidur. Repot kalo mayatmu membusuk, dan mereka repot-repot mengurus mayatmu yang gak guna itu."
"Ikut aku sekarang!" pintanya. Aku pun mengikutinya.
Dia mengajakku duduk di sebuah bangku taman. Kita duduk bersama. Sinar lampu taman yang redup jadi satu-satunya sinar yang menyinari kehidupanku yang gelap.
Si gadis bertanya, "kenapa kamu ingin mati?"
Aku mulai bercerita kepadanya, "Aku selalu menderita. Aku anak pungut. Orangtuaku adalah sepasang pemulung yang miskin. Di sekolah aku dibully karena miskin. Saat dewasa, pacarku meninggalkanku, dan berselingkuh dengan sahabatku sendiri. Dan sekarang aku terlilit hutang jutaan akibat bundaku memaksaku sekolah yang kubenci."
"Hahahaha." dia tertawa melengking.
"Kok ketawa?"
"Pernahkah kau melihat indahnya pelangi dan sunset, indahnya berlian, dan cantiknya bundamu?" tanya dia.
"Pernah."
"Seumur hidup aku belum pernah melihat indahnya dunia. Aku tak tahu betapa cantiknya bunda yang melahirkanku. Karena itu, aku ingin hidup selamanya."
Aku merasa iba dengannya.
"Kamu juga buta ya?" gadis itu bertanya.
"Maksudnya?"
"Kamu bisa melihat kilauan berlian, tapi tak bisa melihat betapa baiknya Tuhan padamu."
"Maksudmu?"
"Kau melihat dunia dengan cara yang salah. Kamu itu anak yang dicintai." ucapnya tersenyum.
"Dicintai?"
" Kamu dirawat orang miskin supaya dunia tahu bahwa dibalik gubuk sempit pun ada manusia berhati besar. Mereka mencintaimu dikala dunia tak menginginkanmu."
"Lalu kenapa aku di bully?"
"Kamu dibully supaya kamu jadi orangyang kuat dan pandai memaafkan."
"Kenapa aku dikhianati?" tanyaku.
"Tuhan mencampakanmu, supaya kamu berhenti mencintai orang yang salah. Dia ingin kamu bertemu orang yang tepat."
"Lalu kenapa orangtuaku berhutang?"
"Mereka menghutang supaya kamu tetap bisa sekolah, dan kamu bisa punya kehidupan lebih baik."
Aku merasa lebih hidup mendengar semua jawabannya. Sambil senyum aku berkata, "Thanks udah membangunkanku."
"Sekarang pulanglah," pinta si gadis buta." Kembalilah padaku saat hidupmu lebih baik."
Aku pulang ke rumah dan terus melanjutkan hidup. 10 tahun berlalu, aku telah menjadi orang sukses dan bertemu dengan gadis cantik yang mencintaiku. Aku telah melunasi hutang bundaku, juga menghajikannya.
Suatu hari aku kembali ke taman, tapi tak pernah bertemu si gadis buta. Hingga suata saat,di tempat sampah, aku menemukan koran berisi berita : Seorang gadis Buta meninggal dunia karena kecelakaan.Ternyata dia telah wafat 41 hari sebelum aku berniat bunuh diri. Dulu aku diselamatkan oleh arwah penasaran.