Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Hari ke-9999,
Aku cukup yakin bahwa waktu telah terhenti.
Kutulis bersama bayanganmu yang membeku dalam kanvas. Jika aku memang ada, maka lagu ini akan sampai padamu yang masih bernapas di sudut dunia lain.
Lembaran putih di antara kedua jariku menelan setiap abjad yang kumuntahkan. Ia mencerna makna dan memberi rasa getir. Semua bersumber dari benang kusut dalam gumpalan membran yang disebut otak. Aku harus berhati-hati, sebab mataku menangkap tiap-tiap abjad tersebut bergerak memasuki telingaku.
Sebagai pengantar, sebuah kata membuatku berpikir bahwa keberadaanku dan kau hanyalah ilusi, kata itu adalah..., 'Manusia'.
Aku menemukannya di ujung jalan yang mengantarku pada akhir dari awal yang mati. Saat itu,
Aku dengar, kau di sana.
Kau terkubur di tengah kota, tersembunyi di antara beton-beton gedung, aspal, dan tiang, lalu tersorot lampu jalanan yang menunduk sendu, sehingga langit terus menangisimu. Sebuah pemakaman mewah yang tak bisa kuhadiri. Kurasa kau memanggilku berkali-kali. Akan tetapi aku tak tahu di mana diriku berada.
Aku ingat, kita pernah bertemu.
Dulu dan nanti, aku berdiam diri di antara sosok-sosokmu yang memburam. Kau dan dirimu itu terus berjalan mencapai garis yang membelah fajar.
Aku takut, kau pergi terlalu jauh. Aku takut, kau menghapus jejakmu. Aku takut, kau membiarkanku mati.
Lalu aku di sana, berlari mengejarmu, tetapi langkahku justru bergerak mundur. Kau terus maju, sementaraku aku jauh dibelakangmu.
Aku mengerti, kau tidak ada.
Aku selalu sampai di kota yang sama, berdiri di aspal yang sama, menunggu sesuatu yang sama sampai kedipan lampu memberitahu bahwa ia telah bosan mengawasiku setiap hari. Selanjutnya kutemui diriku ditelan kegelapan.
Dalam kegelapan, aku melihatmu berlalu-lalang. Kau dan kota itu menjadi lebih berwarna. Kau dan kota itu menjadi lebih beragam.
Aku bisa mendengar masing-masing sosokmu mengaduh, meratap, dan menyenandungkan kesunyian. Lantas kalian memandangiku penuh arti. Aku pun tidak mengerti, sehingga air mataku jatuh mengguyur tubuhmu yang kotor. .
Kau menungguku di ujung jalan, Aku menghentikan perjalananku dari kota mati. Kita saling melempar senyum dan berjabat tangan.
Kau berkata, aku adalah bagian terkecil dari jiwa Tuhan. Aku ada tetapi tidak pula ada. Aku yang mati terus mencari hidup.
Lalu kurasakan tubuhku hancur tetapi aku bisa melihatmu tersenyum. Aku tahu kau telah berjalan begitu lama dalam tidur yang lelap.
Kemudian, aku terbangun di sebuah padang dan kutemui kau yang sedang terduduk di balik meja dengan secarik kertas kosong. Kau menatapku seolah aku ini ada.