Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Nicotiana Tabacum
1
Suka
11,312
Dibaca

Kepulan asap hasil pembakaran tembakau itu menari dari pantulan mataku. Jarinya masih setia mengapit satu batang yang sudah berkurang setengahnya. Sudah sekian kali aku melihatnya seperti ini, tetapi kepalaku masih memikirkan satu pertanyaan yang pernah aku lontarkan kepadanya, dulu, saat usiaku masih sangat kecil.

“Bapak...”

Perhatiannya teralih. Tatapan itu terfokus kepadaku. Aku pandang dirinya, matanya menguning, tidak begitu putih, seperti orang yang memiliki permasalahan tidur, entah karena beban pekerjaan atau memang karena sudah terlalu lelah dengan garam kehidupan. Keriputnya pun sudah mulai semakin terlihat dalam beberapa tahun terakhir.

“Kenapa Bapak suka sekali merokok?”

Dirinya mendengus. Ada tawa kecil yang keluar dari bibirnya. Dirinya tidak langsung menjawab, masih menikmati beberapa kepulan asap yang terhembus.

Kepalaku juga tidak tinggal diam. Ada kelanjutan dari pertanyaanku yang aku tahan, begitu juga beberapa spekulasi jawaban yang aku terka. Apabila mengingat ucapan seniorku dari pendidikan terakhir, mereka akan menjawab dengan senyuman dan tawa kecil, sama seperti apa yang dilakukan Bapak. Tetapi ada kelanjutan kata yang aku dapat. Seni, katanya. Ada sensasi tersendiri yang mereka dapat, bahkan ada yang berkata bahwa inspirasi bisa mereka dapatkan melalui berkencan dengan sepuntung rokok dan segelas kopi hitam. Tetapi bukan kata-kata itu yang kudapatkan dari Bapak.

“Kakak belajar saja yang benar ya.”

Aku sedikit merasa tersinggung dari kalimat itu. Terang saja, beberap menit yang lalu, pembahasan kami sebatas tentang aku yang sudah menjadi mahasiswa dan masuk dunia perkuliahan. Jawaban dan gestur yang kutangkap membuatku seakan terlihat bodoh. Mungkin, pertanyaanku memang bodoh.

Pada saat itu, aku hanya anak usia dewasa muda yang naif. Belajar berpikiran kritis dengan mempertanyakan hal-hal yang mengganggu pikiran. Belajar untuk berani mengutarakan pendapat yang dirasa, apapun itu. Kesukaan dan ketidaksukaan yang beralasan.

Setelah beberapa tahun berlalu, rasanya aku mendapatkan pandangan baru. Pada akhirnya, tidak semua hal perlu dipertanyakan, dan tidak semua hal perlu mendapatkan jawaban.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Novel
Suatu Ketika di Mulhouse
Adella
Komik
Nematode
A.B.O
Flash
Nicotiana Tabacum
Keyda Sara R
Novel
Wanita Rahasia CEO
Mona Aisyah Hrp
Novel
Retak Berhamburan
blank_paper
Skrip Film
Sepucuk Surat dari Bumi Untuk Langit
Bond Monosta
Skrip Film
Seasons In The Sun
Nurusifah Fauziah
Flash
Resonansi di Kedalaman
Arsualas
Cerpen
Bronze
Satpam dan Buaya
Agus Fahri Husein
Novel
Tuhan, Boleh Ya, Aku Tidur Nggak Bangun Lagi?
Athar Farha
Skrip Film
Absurd, Abstrak, dan Aling (Script)
KOJI
Skrip Film
Selembar Harapan
Windi Liesandrianni
Flash
Bronze
Sepadan
DMRamdhan
Cerpen
Bronze
Jerih Payah Tak Berbalas
Zjoama R Sapta
Skrip Film
Baba, Izinkan kami menyempurnahkan kisahmu
Aries Zayatri
Rekomendasi
Flash
Nicotiana Tabacum
Keyda Sara R
Flash
Dear, Crush!
Keyda Sara R
Flash
Beauty Scratch
Keyda Sara R
Flash
Wish
Keyda Sara R
Flash
Flower Crown
Keyda Sara R
Flash
Dream
Keyda Sara R
Novel
Anthology: Day to Day (Kumpulan Mini Story)
Keyda Sara R
Cerpen
Day to day
Keyda Sara R