Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Aku mengendap-endap ke arah gerombolan naga di balik tebing. Mereka sedang istirahat dari migrasi panjang musim dingin. Gugurnya daun terakhir menandakan bahwa mereka harus segera memulai kembali perjalanan, sementara daun di pohon ek dekat tebing tersisa sepuluh buah. Setidaknya setengah jam lagi mereka akan mulai bergerak.
Para naga ini bernama Wallys, alias jenis Beta yang artinya mereka tidak berukuran raksasa seperti Wallrus, tidak juga jenis kecil seperti Wellington. Ukuran mereka sempurna untuk tunggangan santai, atau sekadar berpergian jauh. Meskipun tak jarang digunakan untuk perang dan tes ksatria.
Seperti jenisnya. Mereka bertubuh sedang, kulit mereka tampak licin dengan sedikit perpaduan metalik. Warna mereka cerah dan biasanya hanya memiliki warna primer seperti merah, putih, biru, hitam, dan kuning. Masing-masing naga memiliki bentuk gigi yang berbeda. Persegi, segitiga, lingkaran, bahkan trapesium.
Raungan mereka berirama alih-alih menyeramkan. Naga Wallys memang idaman setiap petarung. Jenis rata-rata yang sempurna. Mereka indah sekaligus lihai berkelit. Mampu membawa benda berat, maupun dilengkapi senjata. Banyak petarung bahkan orang biasa yang ingin menjinakkannya.
Menjinakkan Wallys merupakan perkara mudah, tapi juga sulit. Cobalah meniru nada-nada raungan indah yang keluar dari mulut para Wallys, yang paling mirip akan menghampiri kalian lantas menawarkan diri untuk mengabdi.
Ini akan sangat mudah bagi orang-orang yang mengerti nada. Namun, menjadi tantangan berat bagi yang tidak bisa, karena Wallys adalah naga bersuara indah, mereka sangat selektif dan sensitif. Menyerang siapa pun yang irama nadanya sumbang.
Selangkah lagi aku mendekat ke arah salah satu Wallys berwarna putih, lebih ke silver karena tekstur metaliknya. Wallys itu mengeluarkan nada indah yang sederhana, nada yang mungkin bisa kutiru dengan baik. Aku berdeham beberapa kali, lantas mengeluarkan nada.Do-Re-Mi-Do yang mendayu.
"Aaa ... aaaa ... aaaa ...."
Wallys incaranku menoleh dengan kepala teleng. Aku mengulanginya, tapi naga itu malah menggeram. Apakah nadaku tidak cukup bagus? Sekali lagi kuulangi nada itu. Do-Re-Mi-Do. Do-Re-Mi-Fa-Do. Dengan vokal A.
"Rrrrrr ...."
"Ayolah, Sobat. Kau sangat cantik. Aku ingin sekali memilikimu."
Naga itu mendekat. Kelopak mata sipitnya tertarik ke atas, mengeluarkan aura dingin dan kejam. Seolah ia akan melahapku dalam sekali suap. Ya ... Wallys adalah omnivora, dia juga suka makan daging.
"Aaa ... Aaaa ... Aaa ..."
Semakin dekat sang naga, semakin tercium aroma dedaunan basah. Wallys tercium selayaknya hujan. Lain dengan Wallrus yang berbau musim panas, atau Wellington yang berbau lautan. Ketika embusan napas itu menyapu wajahku. Naga itu membuka mulut.
"Uuuu ... Uuuuu ... Uuu ... U ...."
Do-Re-Mi-Do.
Do-Re-Mi-Fa-Do.
Do-Re-Mi-Fa-Sol-La-Sol-Si.
Begitulah seterusnya suara itu terus mengalun dari pita suara Wallysku. Itu adalah lagu kebesaran kami. Aku dengan vokal A dan Mordigan vokal U.
Ya. Wallys-ku bernama Mordigan.