Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Sebuah mobil sedan berhenti mulus di depan pagar besi megah yang menjulang tinggi. Suara tawa terdengar dari dalam mobil ketika salah satu pintu belakang terbuka, menampilkan seorang remaja perempuan berambut hitam sepunggung.
"Besok kita main lagi, ya!" katanya dengan riang.
"Oke, deh! Dadah Rika!" Suara di dalam mobil sahut-menyahut mengucapkan selamat tinggal.
Senyum Rika begitu lebar saat melambaikan tangan seiring mobil sedan menjauh, dan saat mobil itu tidak terlihat, senyumnya turut memudar. Ia berbalik menatap rumah megah berlantai tiga di hadapannya, hunian yang lebih cocok disebut istana.
"Andai ini beneran rumah gue," gumamnya seraya menghela napas.
Rika mulai berjalan dengan kepala tertunduk, berpikir mengapa ia bisa berteman dengan keempat orang di dalam mobil itu selama hampir tiga tahun. Yah, tadinya mereka memang hanya murid kelas sepuluh yang kebetulan memiliki kepribadian cocok satu sama lain.
Persahabatan mereka berjalan sempurna, sampai Rika mengetahui tiga di antara sahabatnya adalah anak pengusaha sukses, satu lagi anak dokter, sedangkan yang satunya lagi anak mantan model terkenal.
Rumah mereka paling kecil bertingkat tiga, penuh barang-barang mewah. Sedangkan rumah Rika hanya kontrakan dua kamar di tempat terpencil. Pakaian mereka bermerek dari kepala sampai kaki, sementara benda paling mahal pada tubuh Rika hanya sepatu Adidas-nya.
Keempat teman Rika sering memintanya menjadi tuan rumah, tapi Rika selalu punya cara untuk berdalih. Membual ini dan itu sehingga teman-temannya lelah meminta. Sekarang dia malah berbohong memiliki rumah gedongan, yang entah siapa pemiliknya.
Rika sadar dirinya bodoh dan berpotensi menimbulkan masalah, tapi rasa malunya lebih besar. Ia tidak sanggup dan tidak mau mengetahui tanggapan keempat temannya, bahwa dia hanya anak tidak mampu yang ingin dianggap keren. Air mata Rika mengalir di pipi, terkadang kenyataan ini begitu memilukan.