Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Aku tertunduk lesu didepan mie ayam yang sudah tiga puluh menit yang lalu ku pesan. Tadi adalah hari terakhir aku bekerja. Aku tidak dipecat, Aku mengundurkan diri. Hati kecil ku berkata tidak sanggup melihat situasi kantor ku yang toxic dan korup. Ah sulit menceritakan bagaimana detailnya. Baru ku sadari sekarang, aku telah resmi menjadi pengangguran. Selamat tolol, kata ku pada diri ku sendiri. Uang di tabunganku tersisa dua juta seratus lima ribu rupiah. Harus hemat, pikirku. Berhenti bekerja berarti harus benar benar menghitung secara cermat setiap rupiah yang keluar dari dompet. Bagaimana tidak, boros saat menganggur membuatmu berpeluang besar mendapat combo mati kelaparan plus di depak dari kos.
Ponsel ku berdering.
"Ayah sakit keras, butuh biaya." Singkat padat jelas kabar itu sampai di telinga ku. Jantung ku berdegup kencang mendengar kabar itu dari adik ku. Aku tidak punya uang lebih.
Kepala ku pusing, aku mengalihkan pandangan ku kearah lain. Diseberang meja ku, ada pria berkacamata berwajah kaku yang juga sedang menatap mie ayam bakso yang dipesannya. Tas ransel nya terbuka. Aku yakin melihat beberapa lembar uang seratus ribu terjatuh dari tas itu. Pria itu sepertinya tidak menyadarinya. Ia seperti sedang merenung.
Pengamen yang ada didekatnya menyadari uang itu. Ia berniat mengambilnya. Pengamen itu mendekat perlahan dan menunduk.
"Heh!"
Suara keras ku membuat pengamen itu terkejut. Aku mendatangi meja pria itu dan memberi tahunya kalau uangnya baru saja jatuh. Responnya kemudian membuat ku kaget.
"Bukan uang saya, ambil saja," Katanya singkat. Pengamen itu kegirangan langsung mengambil lembaran seratus ribu itu. Kemudian pengamen itu berdiri dan menatap ku yang terperangah dengan sinis lalu pergi dengan gembira.
"Tapi uang itu tadi beneran jatuh dari tas lu bro."
"Bukan."
Orang macam apa ini, pikir ku. Oh mungkin ia memang sengaja mau memberi. Aku kembali ke meja ku.
Tindakan pria itu membuat pengamen pengamen lain terus berdatangan. Hal itu sudah menjadi rahasia umum, kalau kita akan ditandai pengamen jika memberi uang. Mereka akan memberi tahu teman teman nya.
"Bang bagi duit dong," Kata pengamen yang terakhir datang.
Pria itu menolak dengan halus. Tetapi pengamen itu bersikeras.
"Tadi teman saya di kasih duit seratus ribuan," Kata pengamen satunya lagi.
"Bangg!" pengamen itu terus menarik baju pria itu. Dengan sopan pria itu menolaknya.
Pengamen itu kemudian melirik amplop yang ada di tas. Ia nekat menarik amplop itu. Mereka kemudian lari sekencang kencangnya. Aku kaget. Lebih kaget lagi karena pria itu hanya santai saja. Ia melanjutkan makannya seperti tidak terjadi apa apa.
"Hei bro, itu barusan amplop lu curi. Lu gak kenapa napa?"
Pria itu merespon dengan tanda jempol. Ia selesai makan. Aku melihat ia berjalan ke kasir. Ada garpu terselip ditangan kirinya.
Kemudian ia keluar dari warung mie ayam dan pergi.
Kejadian barusan cukup mengalihkan perhatian ku. Aku melihat mie ku sudah dingin, segera aku menyantapnya.
Aku membayar ke kasir dan berjalan pulang.
Baru lima menit berjalan, aku melihat kerumunan heboh didepanku. Samar samar aku mendengar kalau ada yang terbunuh.
"Mereka berdua mati ditusuk garpu," kata warga sekitar.
"Mata mereka dicongkel."
Aku teringat pada pria itu.