Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Aku tidak tahu kapan ini bermula. Lebih tepanya aku lupa kapan semua ini bermula. Aku bahkan lupa dari mana aku berasal, dan bagaimana aku bisa tercipta.
Setiap hari tampak menakjubkan bagiku. Hari ini mungkin aku melihat pohon maple yang memerah, besok atau bahkan nanti siang aku bisa saja melihat padang rumput hijau yang membentang. Pagi ini mungkin aku melihat sungai rawa, besok lusa mungkin aku melihat gedung perkotaan klasik Eropa. Atau mungkin besok aku berada di kota metropolitan jaman modern, ketika semua hal sudah serba canggih.
Aku lupa berapa usiaku, atau sudah berapa lama aku hidup. Hidup abadi membuatku malas menghitung angka lagi. Yang kuingat hanyalah, jika aku memiliki kekasih tampan bernama Fadrik. Senyum manisnya tentu tak akan bisa kulupakan.
Saat pagi ini aku gelisah tak menemukan keberadaannya, dan teman-temanku atau-sebut saja makhluk sepertiku sudah jengah melihatku yang kalut karena tak kunjung melihat batang hidung Fadrik. Justru akhirnya kudapati Fadrik juga sedang kalut mencariku. Aku melihatnya menyibak ilalang yang tingginya hampir melebihi tinggi badannya. Aku yang saat ini duduk di bawah salah satu pohon hanya tersenyum melihat wajah cemas dan kalutnya. Akhirnya aku melihat wajah itu, aku bisa memastikan jika ia juga mencintaiku. Aku masih menikmatinya, jadi tak kuputuskan untuk segera memanggilnya. Aku ingin ia menemukanku dengan sendirinya.
Ia melambai padaku tinggi-tinggi. Senyumnya merekah. Matanya menyipit, membuat garis lengkung seperti bulan sabit. Aku tahu perasaan lega itu sedang menjalarinya karena telah menemukanku. Aku juga merasa seperti itu tadi ketika akhirnya melihatnya di kejauhan.
Sering melakukan lompatan waktu, berpindah tempat, berubah bentuk fisik, membuatku dan Fadrik tidak selalu berada di waktu dan lokasi yang sama. Kami tidak melakukan ini dengan sengaja. Alam yang mengaturnya. Juga makhluk lain yang sama sepertiku. Kami tetap bisa menganali satu sama lain walau bentuk fisik kami terkadang berubah. Terkadang kami jadi anak-anak, orang paruh baya, orang tua renta, atau remaja.
“Aku merindukanmu.” Itu yang dibisikkan Fadrik sambil memelukku.
Ini sudah hari ketiga kami ada di lokasi ini, namun kami baru bertemu.
“Aku juga.” aku membalas pelukannya erat. Tidak menghiraukan beberapa temanku melihatnya. “Aku fikir kau tidak ada di sini bersamaku.”
“Aku juga berfikir begitu. Akan menakutkan jika ternyata kita ada di lokasi dan waktu yang berbeda cukup lama.” Fadrik menyibak anak rambutku. Menyelipkannya di belakang telinga.
Itu adalah hari terakhir kami di padang ilalang.
Setelahnya kami berpindah-pindah lagi. Menjadi anak sekolah dasar adalah yang lumayan lama. Selama beberapa bulan aku harus pacaran dengan Fadrik diam-diam karena fisik kami. Makhluk asli atau yang kami sebut manusia pasti merasa jijik melihat anak kecil bercumbu. Itu yang membuat aku dan Fadrik kesulitan bertemu.
Namun waktu berlalu.
Dan ini yang mungkin paling menarik dari semua perjalananku.
Walau aku sangat cemas karena tidak kunjung menemukan Fadrik, aku tetap mengikuti alurnya. Tentu banyak temanku yang ada di sana. Dan aku pertama kalinya melihat beberapa vampir laki-laki. Mereka tidak berkulit putih pucat seperti yang dibicarakan para manusia. Justru mereka memiliki kulit yang eksotik.
Kami memakai seragam sekolah menengah atas, berbaris dengan peserta didik baru. Bercampur menjadi satu. Dan Fadrik? Dia menjadi seniorku.
###