Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Ponsel pintarku hilang. Aku mengurus nomor ponsel dan mengaktifkan kartu SIM-nya beberapa jam kemudian di ponsel lama yang masih berfungsi.
Ada banyak pesan singkat dari Gina, sahabatku. Ah, kemarin dia baru putus dari Adi, mungkin Gina melanjutkan curhatannya yang terputus. Aku membaca pesannya dari atas.
"Selamat tinggal, Ris. Terima kasih sudah mau menjadi sahabatku selama ini."
"Ris, kenapa kamu gak membalas pesanku? Padahal aku membutuhkanmu di situasi ini."
"Aku ingin bunuh diri saja."
"Aku gak tahan lagi! Aku gak bisa hidup di dunia di mana semua orang mengetahui aibku, ini memalukan!"
"Dia bahkan mulai menghubungi keluargaku, Ris!"
"Adi mengancam akan mulai menyebarkan foto dan video aibku selama berpacaran. Keterlaluan, sungguh!"
"Dari tadi dia menelepon berkali-kali, aku tidak berani mengangkatnya. Aku ingin mengangkatnya jika dia menelepon lagi. Agar tidak ada yang tersisa lagi di antara kami, tolong kuatkan aku, Ris!"
"Akhirnya kami sudah selesai. Syukurlah, aku sudah terbebas dari huubungan toxic ini."
"Mungkin sebetulnya, kami cuma perlu waktu menjauh dari masing-masing untuk mengobati luka-luka selama ini."
"Maaf ya, Ris. Aku selalu cari-cari kamu dan curhat panjang lebar begini. Hanya kamu sahabat yang bisa aku percaya."
"Kamu kenapa, sih, tidak bisa dihubungi lewat obrolan aplikasi lagi? Tapi sebenarnya lewat SMS begini juga gak masalah, ya."
Pesan terakhir dia kirimkan satu jam lalu. Aku segera meghubungi keluarga Gina. Nyawanya sedang dalam bahaya.
*Petunjuk: Tampilan SMS di ponsel zaman dahulu seperti yang tokoh "Aku" gunakan sistemnya pesan terbaru/terakhir berada di atas.