Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Tunggu dulu." Langkah Rena terhenti, matanya tertuju pada langit yang sedang abu-abu pertanda kemungkinan hari ini akan hujan.
"Kenapa lagi?" sahut Damar yang berjalan bersisian dengan Rena.
"Sepertinya aku harus kembali ke rumah."
Damar menghentikan langkah Rena dengan menarik tas ransel yang dipakai adik perempuannya itu. Sambil melirik pada jam tangan yang Ia pakai.
"Kalau kamu kembali lagi kita bisa terlambat, apa kamu sudah tidak mau mengembalikan buku itu?"
"Justru itu kak, aku harus kembali atau kita tidak akan selamat. Aku pulang membawa senjata andalan yang bisa menyelamatkan kita nanti."
Damar menggaruk kepalanya melihat sang adik yang sudah berlari menuju rumah dengan tergopoh-gopoh. Sesaat Damar jadi merinding, memangnya mereka dalam bahaya apa? Sehingga adiknya harus pulang dan mengambil senjata andalan? Lalu senjata apa yang dimaksud sang adik?
"Jangan-jangan? akhhh..." Lelah dengan pertanyaan yang memenuhi kepalanya, Damar pun menyusul Rena.
Sesampainya di depan rumah, Damar melihat adiknya keluar membawa sebuah bungkusan hitam. Melihat disusul sang kakak Rena mempercepat langkahnya sambil berusaha membuka bungkusan benda itu. Suara petir pun menggelegar, sedetik kemudian disusul ribuan tetesan air dari langit.
"Nah, benar kan kataku? Kita butuh senjata ini," ucap Rena yang berdiri di samping kakaknya sambil memegang benda merah yang melindungi tubuh kakak beradik itu dari guyuran hujan.