Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Bulan purnama, hujan gerimis menyisakan jalanan yang becek dan suasana dingin mencekam. Aroma bunga Kamboja semakin santer di sekitar area pemakaman Villa Abadi Permai. Tanah makam yang basah, batu nisan yang mulai berlumut tentunya satu perpaduan horor yang membuat bulu kuduk merinding.
Ini tidak berlaku bagi Luna. Gadis itu malah bersemangat menyusuri satu demi satu makam yang ada di blok B. Sesuai petunjuk penjaga makam, katanya kuburan Nyi Sekarsari ada di blok B. Entah kenapa Luna begitu bersemangat, padahal jangankan ke kuburan, pengen pipis malam pun dia ogah-ogahan. Dia paling parno tentang mahluk-mahluk ganjil. Kemaren dulu dia nemu tiga, besoknya lagi lima, dan besoknya lagi tujuh. Begitulah, selalu ganjil. Tidak pernah genap.
Jleger!
Kilat menyambar dan suara guntur memekakkan telinga. Suasana pemakaman seketika terang benderang. Meski hanya sekejap.
"Awwwwww ... ituu," teriak Luna saking kagetnya. Tapi pekikan itu berbarengan dengan seruan tertahan seperti orang kegirangan. Tangannya menunjuk kesalah satu batu nisan tua.
Luna bergegas menghampiri makam yang ada di bawah pohon beringin itu. Tampaknya itu makam terangker di area pemakaman ini. Tapi Luna seperti tak menggubris hal itu. Malah dengan senangnya ia mengusap-usap batu nisan itu. Dan setelah menemukan tulisan, NYI SEKARSARI. Luna langsung mencium nisan itu.
"Akhirnya, ketemu juga Nyi Sekarsari."
Blar!
Kembali kilat menyambar dan makin menambah angker suasana. Pohon beringin itu menjadi terang benderang. Dan tanpa disadari Luna, disalah satu cabang pohon tampak sesosok wanita berambut panjang dan berjubah putih duduk berayun-ayun. Jubah putihnya berkibar kesana kemari. Aroma bunga kamboja makin semerbak.
"Nyi Sekarsari. Aku Luna Ambarwati. Cucu buyutmu datang berkunjung," teriak Luna lantang. Dia belum menyadari ada sosok lain di atas pohon.
Sosok wanita di atas pohon berhenti berayun. Tubuhnya meluncur turun ke bawah. Lebih tepatnya lagi melayang. Dia berdiri tegak di belakang Luna. Tapi kehadirannya yang tanpa suara itu tidak disadari oleh Luna.
"Nyi Sekarsari, aku datang kemari karena aku butuh bantuanmu." Kembali Luna berteriak.
Sosok berjubah putih di belakang Luna menjulurkan tangannya. Ia menggapai bahu Luna dan membuat gadis itu seketika mematung. Tubuhnya mendadak beku saat merasakan pundaknya ada tangan yang menyentuh. Tangan itu sangat dingin. Sedingin biang es. Padahal Luna saat itu menggunakan jaket tebal. Tapi tetap saja merasakan tangan dingin yang teramat sangat. Aroma Kamboja berganti aroma Kenanga yang cukup menyengat.
Luna memejamkan matanya. Dalam hati ia berujar, ‘Aku tak boleh takut, aku harus berani. HARUSSS!!!!'
Meski bulu kuduknya berdiri dan jantungnya berdetak sangat kencang. Tapi Luna tetap membulatkan tekadnya. Dengan perlahan Luna memalingkan mukanya. Meski rasa takut yang menyerangnya teramat sangat. Tapi Luna tak mengurungkan niatnya.
Saat Luna menatap wajah dingin dan pucat yang ada di depannya, jantung Luna terasa berhenti berdenyut. Wajah itu pucat seperti tanpa darah, dingin dan beku. Mata itu menatap tajam tapi beku tanpa ekspresi. Rambut panjang sosok itu beterbangan tertiup angin. Wajah itu menyeringai menyeramkan.
Meski keberanian Luna sudah lumer selumer lumernya. Tapi Luna sama sekali tak bisa menggerakkan badannya. Kakinya seperti dipaku dan menancap dalam ke dalam tanah.
Dengan sisa-sisa keberaniannya Luna berusaha membuka mulutnya yang mendadak seperti terkunci.
"N—nyi—Se—kaaaarrr---sari??!!!" Akhirnya keluar juga suara Luna.