Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Setiap kali melewatinya, aku pasti teringat. Di ujung jalan ini, tepatnya di sebuah rumah mungil bercat hijau, tinggal seorang anak perempuan yang menjadi cinta pertamaku.
Rambutnya yang kemerahan nyaris sepinggang. Kulitnya agak kecokelatan, karena ia banyak menghabiskan waktu di luar rumah. Wajahnya yang manis begitu enak dipandang. Bagiku, anak perempuan bertubuh ramping itu begitu sempurna.
Namanya Susan. Nama itu selalu melekat, bersama senyum manis yang disunggingkannya saat bicara denganku.
Mustahil bagiku untuk melupakannya. Tidak ada yang penting bagiku selain ingin berada di sisinya.
Tahun demi tahun berlalu. Kala menginjak SMA, hubungan kami tidak lagi sedekat dulu. Kami begitu berbeda. Susan tumbuh menjadi gadis cantik dan pintar. Primadona di sekolah.
Semenrara aku adalah kebalikannya.
Walau begitu aku masih bersamanya. Aku masih melihatnya. Aku masih terpesona pada senyumannya. Kebersamaan kami kala pulang sekolah masih saat-saat terindah dalam hidupku yang hambar.
Namun kali ini aedikit berbeda.
Dia tidak menyadari keberadaanku dan bahkan tidak memedulikanku. Dia sama sekali tidak melirik saat aku mengikuti langkahnya menuju tempat-tempat tongkrongan favoritnya.
Kenapa dia jadi berbeda?
Kenapa aku tidak lagi penting baginya?
Kenapa jarak di antara kami semakin lebar?
Tidakkah ia tahu kalau aku merindukannya?
Andai kisah kami berbeda. Andai Susan tidak mati karena tiga puluh tikaman di tubuhnya. Andai ....
Ahhh ..., untuk apa lagi aku mengingatnya. Susan telah meninggal. Dia tidak akan hidup lagi. Aku tidak boleh mengingatnya dan terus melangkah ke depan.
Aku menggumamkan kata-kata itu, saat melempar pisau berlumuran darah ke sungai berarus deras.