Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
"Aku benci banget sama tuh orang. Nyebelin! Lebay!" sungut Embun berapi-api.
"Ada apa Bun? Siapa yang bikin kamu sebel?" tanya Daun, sembari membarengi langkah Embun yang tergesa.
"Tau tuh, temen di Facebook. Udah namanya gak jelas, bionya juga gak jelas, sok-sokan berpuisi pula!"
"Biasanya kan cewek suka cowok romantis?"
"Tapi ya gak gitu-gitu amat! Setiap postingan statusku selalu dikomentari dengan puisi, aku kan jadi malu. Jadi bahan ledekan temen-temen Facebook lainnya!"
"Lho, memang ada yang salah dengan puisinya?"
"Ng-Enggak sih. Cuma sebel aja, tiap ngomenin status yang aku tulis, selalu saja pakai puisi, kadang dengan gombalan segala!" seraya membating tasnya di meja kantin.
"Delet, 'trus blokir aja orang kek gitu mah," celetuk Daun sambil terkekeh.
Embun terdiam. Lalu disantapnya roti isi coklat kesukaannya.
Suasanapun hening.
Daun berusaha meraih jemari Embun. Embun hanya terdiam. Ia hanya bisa merasakan roti, yang seolah-olah tercekat di tenggorokannya.
"Bun, maafin aku, ya?" suara Daun lirih.
"Maaf? Untuk apa?"
"Aku... aku belum bisa bayar utang ke kamu..."
Siang ini tiba-tiba saja Embun teringat 'Penyair Gila' itu. Ia sungguh dibuat penasaran olehnya.
"Hai." Suara Daun membuyarkan lamunan Embun.
"Hai. Dari mana saja kamu, kok baru kelihatan lagi?" tanya Embun datar.
"Ada-aja! Gak kemana-mana kok," sahut Daun seraya melempar senyum terbaiknya. "Aku habis cari uang, buat bayar hutang ke kamu, Bun.. Nih!" Daun menyodorkan beberapa lembar uang berwarna merah ke arah Embun.
"Hmm.. gayamu, Dun! Sejak kapan kamu pintar cari uang, he?" ledek Embun, sembari melemparkan gumpalan kertas kecil ke wajah Daun.
"Sejak hutangku menumpuk ke kamu!", Seloroh Daun sambil terkekeh.
"Huh, dasar!" Embun pun tertawa lebar. Sejenak hilang, gundah yang beberapa hari ini ia rasakan.
"Thanks, ya!" Ucap Daun seraya tersenyum.
Tiba-tiba hening. Pandangan mata Embun, jatuh jauh entah di mana.
Daun pun demikian. Lalu, dihelanya nafas panjang.
"Bun ..."
"Iya. Ada apa?"
"Ada hal yang ingin aku sampaikan ke kamu," suara Daun lirih, selirih suara angin yang bergesek dengan dedaunan Akasia, di atas kepala mereka.
"Apa sih, serius banget!" ledek Embun.
"Ini serius Bun. Lebih serius dari sekadar penyakit jantung!"
"Hahahaa... bicaramu mulai ketularan penyair gila itu, Dun!"
"Biar. Aku memang gila!"
"Kamu bicara apa sih Dun? Apa yang ingin kamu sampaikan?" Embun menatap Daun tepat di matanya. Tentu dengan beribu tanya di hati.
"Aku mencintaimu, Bun!"
Kamu memang baik, Dun. Kamu selalu bimbing aku untuk mensyukuri kehidupan. Selalu mengajari aku tentang banyak hal, termasuk mengajari aku saat kesulitan mahami pelajaran mata kuliah. Kamu selalu buat aku tersenyum saat aku sedih. Tapi… entah lah. Maafkan aku, Dun.
Pujangga Lama Banget menyebut anda dalam sebuah kiriman. Begitu bunyi notif pada Facebook Embun. “Ngapain nih orang, pake mention gue segala? Tumben!” pikir Embun, seraya membuka notif tersebut. Dan, ini lah isi kiriman Sang 'Pujangga Lama Banget' tersebut; sebait puisi.
SAAT AKU NYATAKAN
Akhirnya, kita bisa bersanding
kau duduk di samping.
Aku pun di samping,
di samping luka yang mulai nyata.
( lega terasa )
Spesial untukmu, Embun.
“Mohon maaf atas kelancanganku…”
Salam,
Daun
Daun? Jadi, selama ini… OMG! Pekik Embun dalam hati.
T A M A T