Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
"Tunggu!" Teriak Nada ketika tengah mengambil ponsel dan tas yang tergeletak ditengah jalan.
Nada membalikan badannya dan sudah tak melihatnya lagi. "Terimakasih sudah menolongku lagi." Gumam Nada lalu melanjutkan perjalanan setelah membereskan urusan penjambretan yang melibatkannya sebagai korban.
"Aku ingin bercerita padamu tentang hari ini. Kau jangan marah padaku, aku tak akan pernah berpaling darimu. Aku tetap mencintaimu. Pagi tadi, aku kecopetan. Untungnya ada pria yang menolongku, tapi aku tak sempat berterimaksih padanya. Dia pergi begitu saja, akupun tak sempat melihat wajahnya. Hampir saja aku kehilangan semua kenangan denganmu, karena kamera kita ada di dalam tas ini. Tanganku sedikit terluka, tapi tak apa. Asalkan kamera ini ada, semua tak jadi masalah. Maaf, aku tak bisa menjaga kenangan kita dengan baik. Kau apa kabar? Bagaimana harimu? Apakah kau kesepian? Atau kau sedang melukis wajahku disana? Aku sungguh rindu padamu." Nada berurai air mata disamping peristirahatan terakhir calon suaminya yang meninggalkannya di hari pernikahan mereka.
Cermin yang terletak diatas pusara calon suaminya itu, memantulkan sesosok pria berbaju hitam-hitam. Tubuhnya tinggi, putih dengan badan tegap membelakangi pohon besar di belakang Nada.
Lagi-lagi pria yang sama, yang selalu mengikutinya kemanapun ia pergi dan menolongnya ketika dalam kesulitan. Nada memutuskan pulang karena perasaanya sudah tak enak dengan keberadaan pria itu.
Berjalan sendiri, ditengah rintiknya hujan. Bajunya sudah basah kuyup, jalannya semakin sempoyongan karena tak kuat menahan beban dan kesedihan. Terlebih ia sudah tak memperhatikan kesehatannya lagi setelah ditinggalkan kekasihnya.
"Brukk" Nada tergeletak di pinggir jalan dan dengan sigap laki-laki itu menolongnya.
Dibawanya Nada ke sebuah rumah megah, ia ditidurkan di kasur berukurang king size di sebuah kamar luas yang melebihi ukuran kamarnya.
Perlahan matanya mulai terbuka, pandangan yang samar-samar tertuju pada sosok pria yang tengah berdiri di depannya dengan posisi membelakanginya.
"Kau siapa? Ini dimana? Aku kenapa?" Bingung, heran dan takut. Itu yang dirasakan Nada saat ini.
"Aw, kepalaku!" Nada berusaha bangun dari posisi tidurnya. Tak ada jawaban dari pria itu, Nada memutuskan mencuci wajahnya di kamar mandi.
Sekembalinya ke kamar, sudah ada hidangan di atas meja. Laki-laki itu masih di posisinya.
"Kau mengganti bajuku? Apa kau sudah gila?" Protes Nada.
"Makanlah!" Ucap laki-laki itu dengan singkat tanpa menoleh.
"Aku bertanya, apa kau tak mengerti pertanyaanku? Kau sungguh mengganti bajuku? Kau melihat tubuhku?" Nada mengulangi pertanyaan dengan tegas.
"Pelayan perempuan di rumah ini yang mengerjakan itu. Aku masih menjaga janjiku untuk menjagamu dalam hal apapun, tentang apapun dan dari siapapun tanpa terkecuali termasuk diriku." Jelasnya.
"Janjiku? Kau mengenalku?" Nada mendekat pada Laki-laki itu.
Nada membalikan paksa tubuh laki-laki itu dan ia terkejut, ternyata yang ada di hadapannya adalah pria yang ia ajak bicara siang tadi.
"Bima, ini sungguh Bima?" Nada menangis sambil mengusap pipi kekasihnya yang sebagian wajahnya sudah tak seperti dulu.
"Ya, ini aku. Maafkan aku karena telah berbohong padamu. Aku sudah tak pantas lagi untukmu. Kecekaan yang menimpaku dulu membuat wajah sebelah kiriku menghitam. Aku malu!" Jawabnya lirih sembari menangis.
"Kenapa kau lakukan itu, ini tidak masalah bagiku. Yang terpenting hatimu tetap sama. Aku masih mencintaimu. Kembalilah padaku Bim." Nada memeluknya Erat