Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Sorak riuh para pendukung, membahana di aula balai desa, sesaat setelah penghitungan akhir suara memenangkan jagoannya.
Ini adalah pemilihan Kepala Desa yang ke-tiga, dalam satu periode masa jabatan Kepala Desa. Dua Kepala Desa sebelumnya meninggal dunia dengan cara yang tidak wajar. Untuk mencari penggantinya, maka diadakan pemilihan Kepala Desa yang baru.
"Yess! Kita berhasil, Jun!" seru Karman, dengan mata berbinar.
"Ya, betul, Man!" Juned pun nampak senang.
"Tidak sia-sia kita gerilya tiap malam!"
"Kita tinggal tunggu, apa yang sudah dijanjikan Pak Syarif kepada kita!"
"Ya, betul!"
Demikian percakapan dua pemuda, yang tak lain adalah tim suksesnya Pak Syarif.
Atas penghitungan suara itu, Pak Syarif terpilih menjadi Kepala Desa yang baru, setelah mengalahkan dua pesaingnya.
Kedua pemuda itu akhirnya melenggang pulang dengan hati senang. Tak menyadari, jika sedari tadi sepasang mata memerhatikan dan menguping pembicaraannya.
Pada malam setelah pengukuhan, di rumah Pak Syarif digelar pesta kemenangan. Semua pendukung dan partisipan hadir pada acara tersebut. Musik dangdut mengiringi kemeriahan dan kegembiraan pesta.
Segala hidangan tergelar dimeja. Dari ikan bakar hingga sate kambing. Pun beraneka makanan khas kampung mereka, memenuhi meja-meja.
"Karman dan Juned, kemana?" tanya pak Syarif kepada Dulloh, asistennya.
"Tidak tahu, Pak. Saya pun sedari tadi tak melihatnya."
Tiba-tiba, dari arah pagar rumah, seorang pemuda berlari tergopoh-gopoh.
"Pak, pak Syarif! Juned, Pak...!" teriaknya, dengan nafas yang memburu.
Semua yang hadir menoleh ke arah pemuda tersebut.
"Ada apa, Man?" tanya pak Syarif, heran.
"Ju-Juned ... ma-- ..."
"Mati??"
"Bu-bukan...! Dia ... ma-masuk rumah!"
"Rumah siapa, Man??" Pak Syarif semakin heran dan tak mengerti.
"Rumah sakit, Pak! Mendadak perutnya buncit dan kejang-kejang!" Karman bertutur sambil terengah.
"Oalah ... kalau mau bercerita tuh, yang tenang dulu. Dul, ambilkan air putih untuk Karman!"
"Baik, Pak."
Selang beberapa detik setelah minum, tubuh Karman tiba-tiba menggigil--kejang, lalu terjatuh! Arman mengerang, seperti merasakan kesakitan yang teramat sangat. Orang-orang yang ada di sekeliling pun terkejut. Tak terkecuali Pak Syarif.
Sejurus kemudian perut Karman menbuncit. Terus membuncit! Hingga kancing-kancing kemejanya lepas berjatuhan. Urat-urat nampak menjalar bagai akar pada perutnya. Karman terus mengerang. Sedetik kemudian ... Blar! Perut itu pun akhirnya pecah! Darah merah kehitaman membasahi tubuhnya. Lalu, dari perut yang menganga itu menyembul sesuatu benda ... Sebuah Kotak Suara!
TAMAT