Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Pemuda yang tak berprestasi apalagi yang katanya tak ada manfaat, datang mengetuk pintu ruang rapat sambil membawakan empat cangkir kopi dan secangkir air putih untuk satu perempuan yang sedang sibuk dengan ponselnya. Tatapan laki-laki berkemeja biru dan putih tak enak sekali jika dilihat balik. Pun dengan perempuan yang mimik wajahnya berubah 180 derajat dari mimik wajah sebelum pemuda yang tak berprestasi apalagi yang katanya tak ada manfaat.
"Bolehkan saya gabung menjadi bagian Anda?"
Pertanyaan itu membuat perempuan yang kini ada di sampingnya, rasanya hendak menumpahkan air putih di gelasnya tepat di kepala pemuda itu. Menurutnya, setidaknya air itu bisa menyadarkan siapa dirinya.
"Apa kau waras!"
"Atau kau mau naik gaji?"
"Aku akan memikirkan soal keinginanmu untuk naik gaji. Jadi enyahlah cepat dari sini. Aku muak melihat tingkah konyolmu."
"Saya tidak ingin naik gaji. Saya ingin menjadi bagian Anda semua yang ada di ruangan diri. Siapa tahu saya bisa sedikit berkontribusi dan menjadikan manfaat bagi Anda. Sebab, saya yang selalu melayani Anda semua di sini dengan membuatkan minuman dan menghidangkan makanan sesuai dengan pesanan, tetap saja dianggap tak bermanfaat."
Perempuan didekatnya sontak berdiri, "Apa yang sebenarnya kau mau? Kontribusi apa nantinya yang akan kau berikan kepada kami?"
Pemuda yang masih membawa nampan minuman itu masih saja terdiam. Kemudian tak lama dia tersenyum.
Melihat itu, perempuan didekatnya menatap semua mata laki-laki yang ada di tempat rapat itu.
"Tidak usah bertele-tele. Katakan saja apa yang menjadi kontribusimu nanti pada kami jika memang benar kau mau berkontribusi! Jangan menyita waktu kami!"
Pemuda itu pun berkata, "Tentulah saya akan membuat perubahan bersama Anda dan lainnya? Hal itu pasti akan membuat Tuan Direktur kita berbangga atas perubahan tersebut."
"Perubahan bagaimana?" kata laki-laki berkemeja biru sambil menyeruput kopinya.
"Perubahan alokasi anggaran yang sesuai realita. Bukan di luar realita kemudian masuk ke kantong kita masing-masing."
Perempuan yang tak jelas siapa sebenarnya dia, langsung berkata, "Kau, kami tolak!!" Lalu menekan kedua bahu pemuda itu sampai membuatnya duduk di kursi perempuan terebut, "Kau mana tahu soal anggaran. Kadang belum turun, pakai uang kami dulu. Kadang upah kami juga tak sesuai dengan kinerja kami. Mana tahu kau soal itu!! Tuan Direktur saja tidak mau tahu soal itu. Jangan kau rusak dengan caramu."
Laki-laki berkemeja putih pun menambahinya, "Kami saja membangun kepercayaan kepada Tuan Direktur tidak mudah. Butuh bulan-bulanan hingga tahunan! Sudahlah kau kembali saja ke dapur dan lalukan pekerjaanmu seperti biasa."
Segera saja pemuda itu meninggalkan ruangan rapat. Sambil berjalan dia pun berkata dalam dirinya, Ah, benar sekali kata mereka yang mengataiku kalau saya tak berprestasi apalagi tak ada manfaat bagi mereka. Terbukti baru saja, kalau prestasi mereka dalam menyusun anggaran amatlah cerdas tingkat superior yang amat jauh sekali dari kempuanku. Pun cara mereka untuk bermanfaat antara satu dengan lainnya saja tersusun amat rapi dan teliti agar tak tercium oleh Tuan Direktur.
-Selesai-