Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Pagi ini rasa sesalku yang teramat mendalam muncul. Terselip diantara ratusan rasa yang baru kusadari pagi ini juga. Sakitnya terasa hingga ulu hati.
Dan itu membuatku lagi-lagi duduk tak berdaya menghadap mentari yang sedang melambai akan terbit. Aku rindu kamu yang selalu memberiku segelas teh.
"Ini tehnya dik, jangan lupa diminum ya dik. Mumpung masih hangat"
Untuk kesekian kalinya kamu memberi teh itu di meja kerjaku. Dan aku hanya tersenyum saat itu. Tanpa menyentuh gelas teh itu.
Tapi, sekarang tak ada lagi segelas teh darimu.
Aku menatap kosong langit yang mulai membiru cerah oleh mentari, dan embun pagi yang mulai menghilang dari jendelaku.
"Semuanya sudah terlambat bagiku"
Pikiran itu mulai mengusikku. Tapi siapa yang akan mendengar. Hanya ada aku seorang di bilik kontrakan ini. Mungkin para semut mendengar. Tapi tak bisa menjawabku. Toh jika sudah seperti ini sampai kapanpun waktu tidak akan berhenti apalagi kembali seperti dulu.
Dari pikiran tadi aku tersadar. Hal sekecil semut memiliki arti besar. Atau bahkan memiliki dampak besar bagi seseorang.
Aku tak butuh bukti lagi untuk merasakan betapa sesal, kesal, dan menjengkelkannya hal itu. Pelajaran dari segelas teh yang selalu kamu buat sudah cukup.
Meski sudah amat terlambat. Semoga satu kalimat ini bisa menjadi kalimat terakhirku untuk mengenang segelas teh itu. Dan mulai pergi ke dapur untuk membuat segelas tehku sendiri.
"Terimakasih bu"