Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
MENABUR ABU
Seorang gadis berdiri di pinggir pantai. Terpaku menatap butir-butir abu yang jatuh dari kedua tangannya yang mungil.
Hari itu ia tengah menaburkan abu Pino, anjing peliharaannya yang sampai kemarin masih menemaninya jogging di pinggir pantai.
Dari kejauhan, ada seorang pria yang sedang duduk santai di bawah pohon. Berteduh di bawah terik matahari.
Lama ia bertanya-tanya, apa gerangan yang dilakukan seorang gadis di pinggir pantai pada siang hari.
Didorong oleh rasa penasaran, maka ia beranjak dari duduknya dan menyapa si gadis.
“Kau sedang apa?”
“Menabur abu.” jawab gadis itu tanpa melirik sedikit pun ke arah sang pemuda.
“Abu?” Pemuda itu heran.
“Pino mati, maka aku membakar mayatnya dan menabur abunya di pantai ini.” katanya dengan suara datar.
“Siapa Pino?”
“Pino ya Pino.” Jawab gadis cuek.
“Anjing.” Tambahnya singkat.
Pemuda itu malah semakin bertanya-tanya dengan tindakan si gadis. Ia kemudian melihat arah pandang si gadis yang tampak kosong, sementara tangannya masih menadah abu yang butirannya semakin menipis.
Rasa prihatin sekaligus janggal melanda sang pemuda. Ia berasumsi bahwa gadis itu sedang sedih atas kematian anjing kesayangannya. Maka ia mulai membicarakan tentang hal-hal baik dengan maksud mengembalikan semangat gadis itu.
Saat diajak bicara, gadis itu hanya diam, masih menunjukkan tanda-tanda kekosongan.
Melihat itu, sang pemuda pun berkata, “Kalau kau butuh teman, aku bersedia menjadi temanmu.”
Akhirnya gadis itu menoleh, sesuatu dalam dirinya bereaksi. Entah mengapa ia merasa sangat gembira akan perkataan sang pemuda.
Ekspresi wajahnya yang merona dan senyum lebarnya menunjukkan seakan itu adalah hal yang ditunggu-tunggu. Dan ia mendapatkannya!
Beberapa saat kemudian, mereka pun berjalan bersama-sama.
Hari berikutnya, sang gadis menunggu di pinggir pantai yang sama. Di titik yang sama di mana sang pemuda menyapanya, sambil berharap dapat bertemu dengan pemuda itu kembali.
Namun hingga matahari terbenam, sang pemuda itu tak kunjung menampakkan diri.
Keesokan harinya, ia menunggu lagi. Sang gadis pun tak dapat menemukan sang pemuda di pantai itu.
Ia pun beranjak dari titik tempat ia berdiri. Bekas tapak kaki yang sangat jelas muncul ketika ia mulai beranjak dari titik itu. Ia memutuskan untuk berkeliling, berharap menemukan pemuda yang dicarinya. Namun sayang, ia pun tak berjumpa dengan pemuda itu.
Keadaan terus berlanjut hingga hampir dua minggu lamanya sang pemuda tak muncul lagi di hadapan sang gadis. Namun, gadis itu tetap ada di pinggir pantai, menunggu pemuda yang pernah menyenangkan hatinya itu.
Sesungguhnya, ini bukan pertama kalinya si gadis menunggu-nunggu kehadiran seseorang pemuda yang bisa menyenangkan hatinya.
Ini juga terjadi sebulan lalu, dua bulan lalu, empat, bahkan enam bulan yang lalu.
Tiba-tiba seekor anjing kecil mendekatinya. Anjing itu bersikap manja pada sang gadis.
Sang gadis pun setelah lama tak bergeming, akhirnya melirik ke arah anjing itu. Sesuatu dalam dirinya tergerak, dan ia pun mengelus-elus anak anjing itu.
“Kalau kau butuh teman, aku bersedia menjadi temanmu.” Katanya pada anjing itu, kemudian dibawanya anjing itu pulang. Dinamakannya anak anjing itu dengan nama ‘Pino’.
Sebulan kemudian, gadis itu kembali berada di pinggir pantai. Kembali menabur abu untuk Pino kesayangannya. Kali ini, entah siapa yang akan datang menyapanya.
-22 Mei 2015