Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
"Kamu itu kenapa sih? Sudah berapa kali mama jelaskan ke kamu, tapi kamu terus-terusan salah! Kamu niat belajar nggak sih?!" dengan sisa tenaga terakhir yang kumiliki dan batas kesabaran yang sudah rusak, aku membanting buku pelajaran Celine ke lantai lalu menjewer telinganya.
Celine tidak mengatakan apapun. Dia hanya menangis, menahan sakit di telinganya yang kujewer, menekan rasa takutnya pada amarahku yang meledak.
"Kamu mau jadi anak bodoh atau anak pintar?" nada suaraku masih tinggi.
"Anak pintar, mama." jawab Celine sambil terisak. Air matanya tak berhenti menetes. Kedua matanya yang basah oleh air mata menatapku, mengutarakan permintaan maafnya, juga rasa tak berdayanya pada situasi yang dihadapinya sekarang.
Usianya baru enam tahun, memangnya dia bisa apa kalau mamanya sedang meledak-ledak dan memarahinya seperti ini? Mau melawan pun dia pasti kalah.
"Maaf mama..." tangan Celine yang mungil menyentuh lenganku takut-takut. Aku bisa merasakan tangannya yang gemetaran berusaha menenangkan amarahku. Hatiku mencelos.
Hatiku hancur.
Pikiranku ditampar kenyataan.
Apa yang baru saja kulakukan?
Semarah apa aku sampai membuat anak yang kucintai ketakutan seperti ini?
Kenapa aku bisa menyakiti anakku sendiri?
Kenapa aku bisa tega membuat anakku menangis seperti ini?
"Mama, maaf.. Celine belajarnya nggak pinter. Maaf mama... Mama jangan marah.. Celine takut.."
Ya Tuhan, hatiku benar-benar hancur sekarang. Dadaku sesak.
Apa yang baru saja kulakukan pada anakku sendiri?
Aku dirambati penyesalan paling besar yang pernah kurasakan seumur hidup. Penyesalan ini terus menggerogoti diriku dari dalam.
"Celine, maaf..." aku memeluk tubuh kecilnya yang basah oleh keringat karena menangis terus daritadi. Sudah satu jam aku memarahi sambil menjewer dan sesekali memukulnya karena tidak bisa mengerjakan soal di buku pelajarannya.
Aku bisa melihat tangannya yang memerah karena cubitanku, juga telinganya.
Ya Tuhan, aku baru saja menyiksa anakku sendiri.
Mama macam apa aku ini? Aku terus menghakimi diriku sendiri.
Aku tak sanggup melepaskan pelukanku pada Celine. Permintaan maaf terus terucap dari mulutku. Juga air mata yang mengalir tanpa sanggup menghapus rasa sesal yang menyesakkanku.
Aku takut pada diriku sendiri. Pada emosi yang tiba-tiba meluap tak terkendali hingga membuatku gelap mata bahkan pada anakku sendiri.
Aku mencintai Celine lebih dari hidupku. Celine adalah segalanya di hidupku, tapi aku baru saja menyakitinya. Bagaimana bisa? Ini hal yang tidak masuk akal. Aku pasti sudah gila.
"It's okay Mommy.. It's okay.. I forgive you." Celine menatapku dengan mata sembabnya.
"I'm so sorry, Celine, I'm a bad Mom.. I'm so sorry.."
"No Mommy! You're the best Mommy in the world!! I love you, Mommy." Celine tersenyum, menatapku yang berurai air mata.
"I Love you more, Celine.. maafkan mama ya Cel..."
"It's okay Mommy.. nanti Celine belajarnya pintar, so you not angry anymore..."
Ya Tuhan, ampuni aku...
Aku takut menghancurkan jiwa anakku sendiri...