Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Senyumnya semakin lebar menampilkan gigi-gigi runcing nan tajam, seiring langkah kaki makhluk Tuhan paling lemah mendekat. Mata merah besar makhluk itu berkilat hebat, mencium aroma putus asa yang menguar kehilangan cahaya. Dia—si gelap abadi—bersorak, menyaksikan api lilin dalam benak yang nyaris padam.
“Ikuti aku! Ikuti aku!”
Suara tawanya menggelegar, nyaris saja menghancurkan lapisan tanah beku yang kini menjadi pijakan si manusia. Tangan panjang berbulu dengan jemari berkuku runcing, siap mengoyak asa.
“Ikuti aku ke mana pun, maka kau akan mendapatkan apa yang kau inginkan!”
Dia, manusia yang mulai kehilangan cahaya, berjalan di atas ibun abadi. Langkahnya tiba-tiba terhenti, membuat si gelap abadi seketika resah. Api lilin nyaris kembali terang, membuyarkan segala rayuan yang telah dia lancarkan.
“Biarkan aku masuk!”
Jangan! Lilinmu akan padam!
“Biarkan aku merasuk.”
Tidak! Kau akan tenggelam dalam kegelapan!
“Kau akan selamat di bawah kuasaku.”
Dia menghancurkanmu!
“Bukankah dunia begitu kejam membuangmu pada ketidakberdayaan? Sekarang, waktumu untuk bebas dari penderitaan!”
Bisikan-bisikan kegelapan menggema ke penjuru sudut jiwa yang terluka hingga menyentuh titik nadir. Menghipnosis si manusia untuk kembali melanjutkan langkah, mendekat pada kematian dengan dalih kebebasan. Ada ragu yang sempat tersemat, goyah oleh nurani. Namun, langkahnya tetap berlanjut.
Selangkah. Dua langkah. Sedikit lagi dia akan jatuh pada lubang kegelapan terdalam jiwanya.
“Lihat! Mereka lebih mendengarkanku daripada Tuhan!” Tawa sang iblis menggema ke segala penjuru, tanda kemenangan ada di tangan.
Manusia itu memilih mengakhiri hidupnya sendiri. Padahal, Tuhan selalu ada di sisi. Sayang, tak semua mengimani-Nya.