Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Anak Hujan
0
Suka
1,681
Dibaca
Flash Fiction ini masih diperiksa oleh kurator

Gadis cilik itu selalu bersukacita tiap kali menonton hujan dari jendela rumahnya. Ia juga mendengar nyanyian kodok, denting percikan air hujan, seruling angin, hingga dentum geledek yang malah membuatnya senang. Namun sungguh, bocah 9 tahun itu hatinya pilu, lantaran bapak-ibunya melarangnya bermain dan menari di antara bulir-bulir air rahmat dari langit yang pekat.

"Kamu mandi hujan, kan! Nanti kamu sakit, dasar anak badung!" Ibunya yang baru saja pulang kerja sore itu menyeretnya masuk saat memergoki anak semata wayangnya berjoget genit dalam guyuran hujan.

"Biar saja, nanti bapak pukul!" Kali ini bapaknya yang angkat bicara dengan muka setegang baja.

Gara-gara kejadian kemarin, gadis cilik itu tak lagi bermain bersama Pasukan Hujan yang riuh dan menggigil. Dia takut dihardik dan dicambuk gesper oleh bapaknya. Untuk mengusir rasa sepinya di rumah ketika orangtuanya sibuk di luar, ia menunggu Pasukan Hujan (air, mega, angin, guntur, kodok) dari jendela kamar tidurnya.

Namun Pasukan Hujan belum juga bertandang. Mereka sedang di kota lain rupanya. Dia makin diselimuti kesunyian usai pulang sekolah. Tak ada kawan barang sekepala pun di rumahnya. Hanya Pasukan Hujan yang menemaninya saat hanya cuaca mendukung kedatangan mereka. Maka baginya, musim kemarau ialah penantian terpanjang di terminal kesunyian untuk sekadar melihat hujan yang berlalu lalang.

*

Tidaklah sia-sia penantiannya. Petang ini mega segera menghitam dan desau angin menjadi penata awan. Guntur telah jatuh di bukit nun jauh. Butir air perdana sudah tercurah ke burung yang gerah.

Ia singkap tirainya yang lebar. Ia buka matanya yang nanar. Pasukan Hujan sedang berdendang dan menari di luar sana. Dentuman petir bagai hantaman simbal. Sepoi angin laksana tiupan seruling. Dan Kodok, si diva, bernyanyi melantunkan kidung pujian pada Tuhan. Semua begitu ramai dan megah. Gadis cilik itu tertawa riang dan tak hentinya berjingkrak di balik jendela kamarnya.

"Kemarilah, bernyanyi dengan kami," ajak Air Hujan yang mendekati jendela kamarnya.

"Aku takut dipukul oleh bapak-ibuku," tolak dia menyesal.

"Aku akan melindungimu." Si Angin bicara, menerpa tubuh mungil lagi ringkih milik si gadis itu.

Hujan kian deras dan lama. Pasukannya tambah gaduh senja ini. Volume air di luar tumpah ruah. Selokan memuntahkannya ke hamparan jalan. Sungai kembung dan tak sanggup menelan debit air yang besar. Akan tetapi pasukan hujan belum juga beranjak. Mereka pesta pora bernyanyi dan menari menemani si gadis yang kesepian.

"Keluarlah!" Pasukan Hujan serentak menyeru bocah kencur itu untuk bergabung dengan mereka.

Tanpa sangsi, ia berlari keluar, dan disambut tarian dan nyanyian Pasukan Hujan yang gegap gempita. Kuyuplah badannya menyeluruh. Dia berenang dalam kubangan keruh. Ia berayun-ayun di angkasa bertalikan kawat petir. Lalu jiwanya terbang ke langit dalam timangan angin.

*

Bersambung...

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Flash
Anak Hujan
Sudarmanto S
Novel
Bronze
Pretend to Forget
Afifah Azzahra
Skrip Film
Sesayat Munajat Cinta (Sebuah Skenario Film)
Imajinasiku
Cerpen
Knowing the Unknown
Grace Anindya
Novel
FRIEND AND LOVE
hrznia
Novel
Lindur Ungu
Silvia
Novel
Bronze
Sepasang Nama
Diatri Kusumah
Skrip Film
Miranda's Channel
syafetri syam
Cerpen
Keluarga Wira
Mustofa P
Novel
Hidden feeling
Asri Widyastuti
Komik
Bronze
Brother Act
Helsy Ariesta
Skrip Film
PERNIKAHAN IBU
Eko Hartono
Flash
Bronze
Cangkir Ketiga (Membicarakan Adam 17)
Silvarani
Novel
Bronze
Persona
Melvi Kolondam
Novel
Mentari
Putri
Rekomendasi
Flash
Anak Hujan
Sudarmanto S
Flash
Anak Hujan 2
Sudarmanto S
Novel
Utusan
Sudarmanto S