Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Aku melihatnya lagi, si Penghibur Ulung kesepian dalam dingin malam yang memuncak. Ia tarik selimut menutupi seluruh tubuhnya tapi dinginnya malam masih terasa sampai ke ulu hati. Ia pejamkan matanya, lalu membukanya kembali. Ia lihat lampu kuning kedap-kedip di langit-langit kamarnya, mengawangi pikirannya yang kalut. Sendiri, sepi, kacau. Padahal baru saja ia kembali setelah membahagiakan orang-orang. Seringkali kulihat ia menjadi pusat perhatian orang-orang yang sengaja menunggu candaannya, yang haus akan ceritera-ceritera lucu yang ia karang sendiri. Menunggu orang-orang terkekeh-kekeh dengan tingkah konyolnya, itu mudah saja baginya. Membuat orang-orang tertawa memang keahliannya. Namun, untuk menertawakan dirinya sendiri saja tak mampu ia lakukan.
Tawa dan kebahagiaan orang-orang lah yang membuatnya bertahan seharian sebelum memasuki malam panjang tanpa suara. Setelahnya ia bisa tiba-tiba diam sendirian semalaman. Meratapi kesepiannya, menangisi dirinya sendiri. Tak ada tawa, tak ada perhatian, tak ada tingkah konyol pun ceritera lucu. Sendirian dalam malam yang anginnya menusuk sampai ke dalam jiwa yang kusut.
Lalu ia tertidur dalam senyap.
"Besok, siapa lagi yang akan ia hibur?" pikirku