Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Ryo, 35 tahun karyawan swasta yang mulai menapaki karirnya menjalani rutinitasnya seperti biasa, bangun pagi, bersiap ke kantor sambil menonton berita pagi, dengan sepotong roti di mulut. Dia tertarik dengan berita soal semakin memanasnya isu politik di Indonesia dan massa besar-besaran yang bergerak untuk demo. Dia juga teringat pembicaraan dengan orang tuanya soal masa depan dan pacarnya yang bakal menjadi istrinya, ibunya cemas dengan Ryo yang belum menikah dan karir Ryo yang stagnan. Ryo masih ingin berkarir, mengumpulkan duit sebanyak-banyaknya, anak milenia memang.
Hari itu sama seperti hari-hari sebelumnya yang disertai harapan yang sama bekerja dengan sebaiknya, Ryo pun berangkat. Dia menggunakan kereta bawah tanah, dengan ear phone di kedua sisi telinganya, dia berjalan mendengarkan musik sampai memasuki gerbong. Dia juga mendengarkan berita radio fm, masih sama soal demo. Kereta di jam sibuk, ya tahulah pasti cukup penuh. Banyak manusia berseliweran dengan segala dinamika yang ada, asyik mengobrol, asyik bicara di telepon bahkan marah-marah di telepon. Ada suara tangisan yang membuat Ryo semakin mengencangkan volumenya, ya Ryo risih. Sambil berdiri menghadap jendela dia asyik terlarut dalam lagu. Anak milenia larut dalam HP. Sampai-sampai ada teriakan yang memang tak terdengar oleh Ryo, karena di belakang, seorang pria bertudung mengeluarkan pisau, seketika panik dan saat kereta berhenti semua berlarian keluar kecuali Ryo saat sadar sudah terlambat, Ryo berbalik dan dia tertusuk, parah. Ryo dan pria misterius itu saling menatap sejenak, Ryo mendorong pria itu sekuat tenaga, pria itu juga panik melihat darah dan kabur, Ryo pun ditinggal sendiri di gerbong yang masih berhenti. Selama beberapa saat anehnya kereta berhenti. Ryo yang berlumuran darah mengerang luar biasa. AARGGHHH! GUE MATI BISA BISAAA! Kata-kata itu terus dinyatakan Ryo selama berjam-jam, ya berjam-jam. Ryo berjuang, sudah mencoba menelpon bantuan tapi tak ada sinyal dan baterai habis. Celakanya lagi ada kerusuhan di atas sana demo berkembang jadi anarkis, semua polisi sibuk, ambulans juga, banyak korban, mungkin tak hanya Ryo yang mengalami hal ini.
Selama berjam-jam yang menyiksa Ryo ingat berbagai hal, hubungannya dengan orang tuanya, pacarnya, semua orang, bahkan kartun kesukaan, dia suka sekali anime. Bahkan dia jadi berhalusinasi melihat karakter anime favoritnya. Dia cekikikan lalu menangis. Dia takut, dia belum siap, darah semakin banyak keluar, dia pun batuk-batuk mengeluarkan darah. Banyak hal yang ingin dilakukan, banyak penyesalan juga, jika dia selamat dia ingin lebih baik lagi, dalam hati dia berjanji dan semua pun gelap.
Saat matanya terbuka dia melihat tim medis,sudah terpasang selang oksigen, dia sudah mau diangkat ke ambulans. Ryo tak hentinya bersyukur, sampai dia pulih.
Rutinitas paginya di hari baru dimulai lagi kali ini ada yang memasangkan dasi, Ryo tersenyum padanya. Saat berjalan Ryo pun menatap ke depan, bahkan sempat membantu orang menyeberang. Saat di gerbong dengan hiruk pikuknya, Ryo tetap mendengarkan musik tapi hanya satu telinga, diiringi dengan suara tangisan anak dan obrolan, dia pun tersenyum.
END