Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Lelaki itu bermata hitam, tampak coklat jika terkena sinar matahari. Bola matanya kecil, lebih kecil dari ukuran bola mata kami. Aksen bicaranya sedikit berbeda. Rambutnya yang hitam pekat membuatnya tampak mencolok. Satu hal yang membuatnya terlihat sedikit normal adalah kulitnya yang putih pucat.
“Apakah dia manusia?” gadis di sebelahku berbisik dengan temannya. Kata ‘manusia’ membuatku penasaran sekaligus terganggu.
Gadis yang ditanya hanya mengedikkan bahu. Ia tak yakin.
Setelah lelaki itu memperkenalkan diri, kami semua bubar. Aku memandangnya sekilas sebelum keluar dari ruangan itu. Tak sengaja mataku bertemu dengan mata hitam itu.
Namanya Cloud, dia adalah pendatang baru. Semua pendatang baru di sini wajib memperkenalkan diri. ‘Cloud’ aku yakin nama itu pemberian ayahku, dia yang membawa lelaki itu ke tempat ini.
Aku menelusuri ilalang yang tingginya melebihi tinggi badanku. Hari ini aku tak memiliki tugas apapun. Kuputuskan untuk bermain di danau hijau, menyapa ikan berbadan manusia yang memiliki sayap. Para manusia menyebutnya ikan duyung. Di tempat ini kami menyebutnya ‘Elf fish’. Ukuran tubuhnya tidak besar, hanya seukuran ikan pada umumnya.
“Makhluk apa kalian sebenarnya?”
Aku menengok cepat karena terkejut. Cloud sudah ada di belakangku, entah kapan ia mulai mengikutiku.
“Bukankah lebih normal jika aku yang bertanya? Makhluk apa kau sebenarnya? Kau sedang ada di wilayah kami, dengan parasmu yang aneh.” Aku kembali melangkah. Menyibak ilalang.
Danau hijau sedang sepi, tak ada apapun. Rusa bertanduk perak juga tak ada di sana. Mungkin aku datang terlalu cepat, ini masih tengah hari.
“Apa aneh jika aku berkata bahwa aku adalah manusia?”
Aku sudah menduganya.
Air danau berkecipak. Satu ‘Elf fish’ muncul dan terbang 3 senti di atas air.
“Hai Snow, kau datang terlalu cepat. Apa kau sedang tidak sibuk?” Norin, si elf fish itu menyapaku.
“Kau memotong rambutmu?” aku bertanya sebagai ganti sapaan.
“Kemarin Dorin menempelkan ganggang busuk ke ujung rambutku, aku memotongnya karena terlalu jijik.” Norin terbang mendekat. “Siapa dia?”
Norin menunjuk Cloud yang sedang terpana melihat Norin. Walau ekspresinya datar, aku tahu pendar takjub ada di dua matanya.
“Manusia.” Aku mengatakannya dengan santai.
“Uh”. Norin terkejut dan batal untuk mendekati kami. Sedetik kemudian ia telah hilang, menyelam kembali ke dalam danau.
Cloud menengok cepat ke arahku, ia sedikit tersinggung.
“Kau menakutinya.”
“Kau yang menakutinya. Kau bisa saja tidak mengatakannya jika aku manusia.” Nadanya ketus.
“Tadi kau mengatakan padaku jika kau manusia. Aku hanya jujur pada Norin.”
Cloud membuka mulutnya seakan ingin mengatakan sesuatu, namun batal.
Aku duduk di rerumputan hijau. Menunggu danau ini ramai oleh aktivitas. Tapi aku tak yakin, mungkin Norin sedang memberi tahu teman-temannya ada manusia di sini, dan mereka tak akan keluar dari air.
“Kau putri paman Summer kan?” Cloud duduk di sebelahku.
“Paman? Bukankah kau sudah jadi putranya? Ayah, itu adalah panggilan yang tepat.”
“Mengapa ia membawaku ke sini? Kalian bahkan bukan manusia.”
“Mengapa ayahku membawa manusia ke tempat ini?”
Rahang Cloud mengeras, ia pasti menahan emosi.
“Jangan khawatir, beberapa hari saja kau di sini, kau akan tampak seperti kami. Bola matamu akan membesar, rambut dan matamu akan berwarna biru atau ungu. Kau tahu? Aku dulu juga manusia.”