Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
SELENOPHILE
Aku berada di gerbong kereta api sambil mendengarkan musik di earphone. Hal favorit yang sering kulakukan. Aku menoleh ke arah Kirana. Selalu begitu, tertidur di sepanjang perjalanan. Aku menatap penumpang di hadapanku. Seorang kakek tengah merintih kesakitan memegang perutnya.
“Ada apa, Kek?” Dia menggeleng. Terlihat jelas perutnya berbunyi menahan lapar. Aku mengambil tas dan mengeluarkan kotak makan. Aku memberikan makanan pada Kakek.
“Terima kasih banyak,” ucap sang Kakek. Aku mengangguk dan tersenyum.
Sesampainya di tujuan, aku dan Kirana bergegas mengikuti lomba di salah satu universitas di Jakarta. Tiga hari menghabiskan waktu untuk berkompetisi, tim kita dinyatakan kalah. Sedih rasanya, pulang tanpa membawa piala. Kirana mengelus pundakku.
“Tidak papa, kalah dan menang sudah biasa. Mungkin saja kita bisa menang di lain waktu.”
Aku tersenyum sambil memeluk Kirana. Kita menuju stasiun kereta api untuk pulang. Setelah mencetak tiket, aku dan Kirana mencari tempat duduk. Aku tersentak mengetahui sang Kakek berada pada gerbong yang sama. Aku cepat-cepat duduk dan menatap Kakek.
“Kakek?”
“Oh, halo gadis cantik.” Sang Kakek nampak terkejut, sama sepertiku.
“Kakek mau kemana? Kok kita bisa bertemu lagi?” Aku mengedarkan pandangan.
“Saya ingin ke Surabaya, Nak.” Aku melongo.
“Oh ya? Saya juga mau ke Surabaya, Kek.” Aku mengedipkan mata berkali-kali, tak percaya.
“Nama Kakek siapa?”
“Nama saya Ridwan.”
“Saya Selena, Kek.”
Kirana hanya diam mendengar aku dan sang Kakek berbicara.
…
Aku melepas earphone dan berganti memegang perut. Aku merintih menahan lapar. Kirana masih tidur dengan pulas. Sebuah kotak makan milikku terulur di depan mata. Aku menatap sang Kakek.
“Makanlah ini. Kakek tau kamu lapar.” Sang Kakek tersenyum manis. Aku mengambil kotak makan milikku yang waktu itu kucari. Aku lupa pernah memberikan kotak makan tersebut pada Kakek Ridwan. Aku melahap habis makanan.
“Terima kasih ya, Kek.” Aku tersenyum dan mengambil air minum lalu meneguknya perlahan.
…
Malam tiba, waktunya Aku, Kirana dan Kakek Ridwan turun dari kereta. Tujuan terakhir sudah sampai. Aku mengambil sepucuk kertas bertuliskan nomor telepon dan memberikannya pada Kakek Ridwan.
“Kek, kalau sudah sampai tolong hubungi Selena ya. Selena pengin ketemu Kakek lagi.” Aku tersenyum dan Kakek mengambil kertas itu.
“Iya, Nak Selena.” Kakek Ridwan pergi dengan cucu laki-lakinya yang sudah menunggu sejak tadi.
…
Di kamar, aku melamun sambil menatap foto Kakek dan Ayah. Aku menyentuh gambar keduanya. Masih teringat jelas bagaimana mereka meninggal saat mengantarku pergi wisuda. Aku menyaksikan bagaimana keduanya merenggut nyawa. Suara ponsel berbunyi, aku membuyarkan lamunan. Aku mengangkat telepon dan terdengar suara laki-laki.
“Halo, apa benar ini Selena?”
“Halo, iya ini Selena.”
“Saya cucu dari Kakek Ridwan.” Aku sangat gembira mengetahui Kakek Ridwan menghubungiku. Ekspresi ceria sontak berganti sedih. Aku menitikkan air mata. Aku bergegas menuju rumah sang Kakek. Rumah Kakek dipenuhi oleh ucapan turut berduka cita. Aku memegang namanya yang tertulis di papan. Aku memutuskan untuk masuk dan ikut berdoa. Cucu Kakek juga menyambutku.
Aku tidak tau apakah ini sambutan perpisahan ataukah pertemuan. Aku sangat bahagia saat bertemu dengan Kakek waktu itu. Tapi aku tau, sesuatu yang datang bisa jadi hilang. Selamat jalan Kakek. Aku senang bertemu denganmu.