Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Orang tuanya mati ditikam pencuri yang berupaya membobol rumahnya. Hana menyaksikan kejadian itu dari tempat persembunyiannya. Si maling yang panik langsung kabur tanpa mengambil apapun, ataupun memikirkan kemungkinan bahwa ada satu orang lagi yang tinggal di rumah itu.
Pagi harinya, Hana ditemukan tetangga sedang duduk di halaman rumah dengan wajah sembap dan berlumuran darah.
Hana memulai hidup barunya di panti asuhan Ngiwa.
Hana dianggap sebagai anak yang aneh. Ia memiliki tatapan kosong, sering melamun, dan menyendiri, sehingga anak-anak lain merasa risih dengan kehadirannya. Ketika mendapat tugas bersih-bersih, tidak ada satupun yang mau bekerja satu ruangan dengannya. Kalaupun terpaksa, mereka sangat menjaga jarak.
Hana sebenarnya ingin ikut bermain dan mengobrol dengan anak-anak lain, tapi pikirannya memaksanya untuk terus menerus mengulang kejadian pada malam itu, sehingga sangat sulit bagi dirinya untuk fokus pada hal-hal sekitarnya.
Pada satu siang, Hana bersembunyi di salah satu bilik kamar mandi demi kabur dari tugas bersih-bersih, ketika ada dua anak perempuan memasuki kamar mandi.
Dua anak yang sedikit lebih tua dari Hana tersebut mencibir dirinya, menyebutnya aneh dan mengerikan.
"Kemarin tuh dia ngeliatin aku lama banget, tapi tatapannya kosong. Kedip aja enggak." Kata salah satu anak.
"Creepy banget ya gila." Jawab satunya.
Kemudian mereka berencana untuk mengerjai Hana.
Sampai dua anak itu keluar, mereka tidak pernah sadar bahwa bahan gunjingannya tadi berada di satu ruangan dengan mereka. Hana yang mendengar itu hanya bisa menahan tangis.
Malam harinya Hana tidak bisa tidur. Ia tidak suka di tempat itu, ia ingin keluar. Tapi bagaimana? Panti asuhan itu dikelilingi dinding yang terlalu tinggi baginya untuk dipanjat. Kalaupun berhasil, dia tidak tahu harus melakukan apa setelahnya.
Kemudian satu hal terlintas di kepalanya: Apa yang membuatnya tinggal di panti asuhan?
Bibi Ruru keluar dari kamarnya karena mendengar suara-suara dari dapur.
"Hush, hush!" Dia mengira ada tikus, kemudian ia melihat Hana berdiri di balik kegelapan.
"Ngapain kamu malem malem gini?" Tanya Bibi Ruru, dan juga menjadi kata terakhirnya sebelum pisau ditancapkan di dadanya. Ia tidak langsung mati, tapi terlalu sekarat untuk berteriak minta tolong.
Sasaran empuk Hana selanjutnya adalah anak-anak panti asuhan yang sedang tertidur pulas. Mereka tidak merasakan apapun ketika pisau menggorok leher mereka.
Tinggal pak Kepala yang tersisa.
Hana mengetuk pintu kamar pak Kepala. Ketika pintu dibuka, pak Kepala melihat Hana yang berlumuran darah dan menggenggam pisau.
Kakinya langsung lemas karena rasa takut. Pak Kepala terjatuh ke lantai dan Hana menaiki dan membenamkan pisau ke dada pak Kepala.
Hana duduk di teras panti asuhan, menunggu pagi. Ia berharap selanjutnya ia akan dikirimkan ke panti asuhan lain yang jauh lebih baik.