Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Di pojok dapur, Rama mengasah parangnya. Ditemani istrinya yang memasak nasi menggunakan tungku tanah liat.
"Dari zaman kakek-kakek kita, tanah Jawa ini masih penuh dengan kepercayaan pada ruh-ruh leluhur. Kita masih percaya nenek moyang masih menjaga tanah ini, hidup berdampingan dengan kita".
Sambil mengaduk nasi yang mulai matang, Ratih melanjutkan tuturnya.
"Makanya, Mas, nanti sebelum menebang pohon itu, izinlah dulu sama yang menjaga, sama leluhur kita".
Merasa parangnya sudah tajam, Rama bergegas keluar dari rumah. Tak lupa berpamitan pada istrinya.
"Sudahlah, kita hidup di zaman yang berbeda. Tidak perlu lagi memikirkan hal semacam itu. Aku berangkat dulu".
Rasa khawatir tampak memenuhi wajah Ratih seiring keberangkatan suaminya.
Di pinggir sungai, tempat Rama menebang pohon, ia disambut oleh sebuah patung setinggi orang dewasa. Warga setempat menyebutnya patung Suran. Konon katanya, ialah yang menjaga tempat itu.
Berjalanlah Rama di depan patung Suran, perlahan, sembari menatap dan mengamati patung tua itu.
Rama mengeluarkan parangnya, bersiap menebang sebuah pohon jati yang berdiri di depannya. Pohon itu, empat meter jaraknya dari patung Suran. Sekali, ia menengok kembali ke patung Suran, tepat sebelum ia mengayunkan parangnya.
Rama sempoyongan saat berjalan pulang ke rumahnya. Badannya terasa panas seperti dimasukkan dalam tungku api. Perutnya sakit tak tertahankan seperti disayat-sayat belati. Rama langsung terkapar di depan rumahnya, berteriak-teriak meminta pertolongan Ratih.
"Mas, ada apa?"
"Aku tidak kuat, badanku panas sekali, tolong aku".
Ratih kebingungan, menerka-nerka apa yang terjadi pada suaminya. Tanpa pikir panjang, ia langsung memanggil Suryo, tetangganya yang dianggap "orang pintar" oleh warga desa.
Rama terbaring di ranjangnya. Wajahnya pucat dan tubuhnya sangat panas. Di sampingnya, Suryo duduk sembari menutup matanya. Membaca mantra-mantra yang entah apa artinya. Suryo membuka mata. Memberitahu Rama dan Ratih apa yang harus mereka lakukan.
"Rama harus kembali ke tempat itu, tempatmu menebang pohon. Bawalah sesuatu dan berikanlah pada Suran. Minta maaflah padanya, kamu telah mengganggu istirahatnya".