Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Ponsel berdering membangunkan Rendra. Ada empat panggilan masuk yang tak sempat ia angkat dari Dita, kekasihnya. Dita juga sempat mengiriminya voice note semenit setelah panggilannnya tak dijawab. Dalam voice note itu Dita terdengar panik dengan irama nafas yang tidak beraturan.
“Ndra, plis…plis tolong aku. Tempat kerjaku se...se sepertinya dirampok. Aku dengar…ada suara tembakan dan teriakan orang-orang. Aku panik, lalu lari dan bersembunyi di toilet. Tolong aku Ndraa, aku takut”
Dalam sekejap, Rendra mulai panik. Ia melihat jamnya dan menyadari voice note itu terkirim padanya tiga menit lalu. Ia mencoba menghubungi Dita, tapi ponselnya tak aktif. Rendra semakin gelisah. Ia lalu menghubungi tempat kerjanya.
“Halo, ini saya detektif Rendra”
“Iya, ada yang bisa saya bantu Pak”
“Saya dapat laporan, terjadi perampokan di Bank Mulia. Tolong segera kirim bantuan ke sana”
“Baik Pak, laksanakan”
Jarak dari kantor polisi menuju bank memakan waktu sekitar sepuluh menit sedangkan jarak rumah Rendra ke bank hanya membutuhkan waktu lima menit. Rendra yang semakin mengkhawatirkan Dita, akhirnya langsung bergegas ke TKP seorang diri. Dalam keadaan panik, Ia pacu sepeda motornya secepat kilat.
Di sebuah perempatan jalan, Rendra melihat sebuah mobil mini van berwarna hitam akan melintas. Namun, Rendra tampaknya mulai mengabaikan keselamatannya sendiri. Rasa khawatir terhadap kekasihnya memunculkan sebuah asumsi yang ceroboh.
“Jika aku memacu motorku lebih cepat maka aku akan lebih dulu melintas sebelum mobil itu menabrakku”
Berdasarkan asumsi itu, Rendra memacu motornya lebih cepat. Namun nahas, perhitungannya meleset dan bemper depan mobil itu menghantam roda belakang motornya. Ia pun terpental sejauh lima meter dan sempat tak sadarkan diri beberapa detik. Mini van itu juga sempat oleng dan akhirnya menabrak sebuah pohon.
Rendra tersadar, ia berdiri lalu berjalan dengan sempoyongan. Ia melihat orang-orang mulai mengerumuni mobil mini van itu. Rendra tak peduli, setelah apa yang dialaminya, ia masih tetap memikirkan kekasihnya.
“Dita...aku harus ke tempat Dita. Tuhan tolonglah”
Rendra mulai berusaha berlari ke arah bank yang cukup dekat dari tempatnya kecelakaan. Sesampainya di bank, Rendra hanya melihat dua petugas polisi melaporkan situasi dengan HT-nya.
“Tersangka kabur dengan mobil mini van hitam nomor plat 16421! Tolong kirimkan juga paramedis ke sini!”
Rendra semakin gelisah, ia masuk ke dalam bank. Ia melihat beberapa orang terluka dan tak sadarkan diri. Rendra melihat pintu toilet terbuka, tapi tak ada Dita di sana. Ia berlari melewati pintu belakang bank dan melihat seorang gadis berdiri di sana.
“Dita? Kau tidak apa-apa?”
Gadis itu menoleh dengan wajah pucat, lalu merespon “Rendra?”
Tapi setelah melihat Rendra, Dita menjadi semakin pucat dan mulai meneteskan air mata. Rendra lalu memeluk erat Dita. Gadis itu menagis dalam pelukan Rendra. Dalam isak tangisnya, Dita berkata.
“Ndra, apa yang terjadi sama kita? Kaki kita tak menyentuh tanah”
Saat memeluk Dita, Rendra melihat jasad seorang gadis di belakang Dita, terkapar dengan luka tembak di punggung. Rendra mulai menyadari bahwa dia juga mungkin sudah meninggal dalam kecelakaan. Rendra membelai lembut rambut Dita mencoba menenangkannya sembari berkata.
“Tak apa, aku sudah di sini. Setidaknya, kita di dunia yang sama”