Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Banjir yang Tidak Jadi Datang
16
Suka
18,488
Dibaca

Langit mendung berganti mengeluarkan isi, mengguyur Kota Jakarta, membasahi jalan demi jalan, tak terkecuali tanah berpijak, tempat rumahku dekat jalur rel kereta api, dan selokan air kotor. Aku berharap awan tak berlarut-larut bersedih di atas sana, bila mana tempatku terpenuhi banjir seperti kemarin, aku harus membereskan barang-barang 'penting' ke tempat lebih tinggi, seperti penanak nasi, lauk-pauk buatan emak, buku-buku, pakaian belum dicuci, pakaian kering belum dilipat, peralatan tulis, maupun peralatan masak Emak, dan hal itu cukup melelahkanku.

Terdengar suara bising dari klakson kereta yang melintas membelah malam di antara lebatnya hujan dan tempat berbatu, nyala televisi sudah Emakku matikan dari tiga puluh menit lalu, setelah mendengar adanya hujan disertai petir berkabut. Mataku bergulir melirik Emak, yang kini berganti aktivitas sedang mengelap lantai menggunakan pakaian yang dahulunya sering kukenakan, sayang sekali, aku tidak bisa lagi menggunakannya setelah lubang-lubang besar bermunculan.

Aku menarik napas, berjalan menuju kamar mandi mencuci piring kotor. Ketika hujan datang ke tempatku, aku tidak bisa bersantai-santai seperti anak seusiaku, seandainya bisa, aku ingin sekali seperti Andi temanku, ia bercerita bahwa setiap kali hujan turun, ia akan memakan mi goreng bersama telur setengah matang meniru film luar negeri laku di pasaran disertai es teh penyejuk, membayangkannya saja perutku sudah keroncongan, atau seperti Jaka, yang katanya Bapaknya pasti membeli sekantung bakso atau soto di pinggir stasiun, aku tidak bisa berlaku demikian, rumahku diharuskan kupersiapkan dahulu demi meminimalisir kerugian barangkali banjir sungguhan datang, aku tidak mau lagi merepotkan Emak, seperti waktu itu, kehilangan peralatan tulis dan dimarahi, atau parahnya PR-ku basah terendam banjir karena kelalaianku menaruh di tempat sembarangan.

"Arya, dilanjukan nanti dulu, Nak, Bapakmu bawa gorengan dan ubi kesukaanmu!"

"Ya, Mak!"

Aku berlari cepat menyusul Bapak dan Emak. Melahab ubi rebus yang sudah dikupaskan Emak untukku, mengunyah sembari mendengarkan Bapak bercerita pengalamannya akan berjualan bingkai foto di pasar. Meski aroma tidak sedap menguar dari selokan, memenuhi indra penciuman, aku, Emak dan Bapak sudah terbiasa, sama sekali tidak mempermasalahkan dan tetap melanjutkan menghabiskan gorengan dan ubi yang dibawa Bapak. Aku tersenyum bersyukur melihat langit tidak lagi mengeluarkan isinya, banjir yang tak kuharapkan datang, memang tidak benar datang, barangkali Tuhan mendengar doaku. Seberkas cahaya bulan bersinar pudar memantulkan terang, walau, tidak seterik matahari, namun, cukup memberi penerangan indah mengganti awan mendung di Kota Jakarta.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (1)
Rekomendasi dari Drama
Flash
Banjir yang Tidak Jadi Datang
Art Fadilah
Novel
Bronze
Antagonis Touch
Redfile
Novel
Non Alatum
Pearl Bellis
Flash
12
Impy Island
Flash
Tunggu Iklan
Reyan Bewinda
Novel
Don't Put The Sugar on Your Cheeks
Bellaanjni
Novel
Aku Adalah Kamu
Sonya Mega Flourensia
Flash
Peristirahatan Terakhir
Viola khasturi
Cerpen
Museum Memori Mbah Min
Ani Hamida
Cerpen
Bronze
Aku, Kamu Dan Dia
Rani Rosdiana
Novel
Mimpi Kupu-Kupu
Gita Kwok
Novel
Vina's Secret
Resti Telasih
Novel
YAPPA MARADDA
Sika Indry
Skrip Film
Taksa
M Tioni Asprilia
Flash
Pintu
Ika nurpitasari
Rekomendasi
Flash
Banjir yang Tidak Jadi Datang
Art Fadilah
Flash
Atensi
Art Fadilah
Flash
Sampah
Art Fadilah
Novel
Darkpunzel
Art Fadilah
Novel
Peti Uang
Art Fadilah
Flash
ToxiC
Art Fadilah
Flash
KoiN 2
Art Fadilah
Flash
KoiN
Art Fadilah
Cerpen
Naive
Art Fadilah
Flash
Aruna Mengerti
Art Fadilah
Flash
Mereka Menyebutnya Pemeran Antagonis
Art Fadilah
Cerpen
Mereka Menyebutnya Pemeran Antagonis
Art Fadilah
Flash
Naive
Art Fadilah
Flash
Hujan dan Bunga
Art Fadilah
Flash
Empati Sederhana
Art Fadilah