Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Romantis
Sepayung Berdua
7
Suka
6,259
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Jejak-jejak gerimis menebal di sepanjang jalur setapak. Kau menemani di sisiku, di bawah payung berdua. Angin berembus tenang mengalirkan kenangan. Pohon-pohon bergeming. Meskipun sepi menyesaki udara, aku tak merasa sendiri, sebab kau bersamaku. Parfum apa yang kaukenakan? Kenapa harum sekali—menyelubungi hatiku dengan kedamaian? Bagai buah nan segar dan ranum, melebihi rindu yang menawarkan peluk. Di antara seribu bunga yang tumbuh di sisi-sisi jalan, kaulah yang paling cerah. Saat gerimis turun bagai benang-benang cahaya dipermainkan cuaca, kaulah satu-satunya alasan kenapa aku tak pernah lupa membawa payung. Aku senang memandang matamu ketika hujan yang berguguran membuatmu tertegun. Sekalipun perbincangan kita begitu sederhana, aku tak merasa jenuh, semoga kau pun begitu. Apakah aku mencintaimu? Sampai sekarang aku tak tahu.

Saat tiada percakapan terdengar, kita hitung jejak langkah yang tergenang di setapak. Kita tak menunggu hujan reda, dan tak ingin terburu-buru jua. Tahukah kau, aku hanya perlu menangkupkan tangan dan berdoa untuk memulangkan matahari, dan cuaca pun cerah kembali, katamu, seraya tersenyum dengan mata diselubungi misteri. Sudah berkali-kali aku melakukannya—meminta terik, mengharap terang—dan selalu berhasil, belum pernah sekali pun gagal. Ibu berkata, aku anak kesayangan Matahari, yang dirinduinya sepanjang hari. Rambutmu tergerai hingga bahu, menari pelan seiring langkah. Dan sekali lagi harum yang asing, tapi begitu lembut, mengalir dari tubuhmu. Parfum apa yang kaukenakan? tanyaku, akhirnya. Namun, kau hanya tersenyum tanpa memalingkan wajah. Bagai lukisan telaga ketika sinar bulan jatuh miring pada permukaan air, beberapa helai rambutmu memantulkan warna biru tua. Kita sudah hampir sampai, katamu. Aku mengangguk mengiyakan. Setelah dia mengatakannya, tersadarlah aku, pohon-pohon yang tadinya rapat perlahan berkurang. Langit yang sempat tak terlihat, mulai mengintip di antara celah-celah dahan. Hujan masih turun melalui lambaian daun, tapi sudah tidak sederas tadi. Kau menutup payung, lalu berkata padaku. Hanya gerimis kecil, kita bisa berjalan tanpa takut basah. Dan kunang-kunang bermunculan di balik rimbun. Bulan sabit berkabut tertutup mendung. Sudah malam rupanya, kau mendesah, padahal tadi masih terang. Di ujung setapak, kita pun sampai. Setelah meninggalkan wangi yang asing, kau menghilang begitu saja.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Romantis
Flash
Sepayung Berdua
Rafael Yanuar
Novel
Bronze
Sang Dewi
Alina Fresila
Novel
Bronze
Sepucuk surat di bawah meja
Dhea Meliani
Novel
Gold
Only We Know
Bentang Pustaka
Novel
Gold
Senandika Prisma
Falcon Publishing
Novel
Forelsket
Syafa Azzahra
Novel
Quin&King Wedding Organation
Fransiska Ardani
Novel
Bronze
Bittersweet
Unira Rianti Ruwinta
Novel
Bronze
Suami Mualaf untuk Kim Melodi
Jimin Sesungki
Novel
"The Critical Love"
muh.ramadhana
Novel
ARSHERA
Ayu Setya Rini
Flash
Bronze
Caffeine Anecdote (Membicarakan Adam 9)
Silvarani
Novel
Life for Love
Fatimatuzzahro
Novel
Bronze
Mark On Heart
Nadhya Rizka
Novel
Bronze
Binar Sendu
Permatasari
Rekomendasi
Flash
Sepayung Berdua
Rafael Yanuar
Flash
Upaya Sederhana Memaknai Kenangan
Rafael Yanuar
Cerpen
Rehat Sejenak
Rafael Yanuar
Cerpen
Kisah Rubah
Rafael Yanuar
Cerpen
Tujuh Belasan di Desa Dukun
Rafael Yanuar
Flash
Janji Santiago
Rafael Yanuar
Flash
Dompet Natal
Rafael Yanuar
Flash
Setelah Gelap Datang
Rafael Yanuar
Flash
Lebih dari Cukup
Rafael Yanuar
Flash
Manusia Pertama
Rafael Yanuar
Cerpen
Hujan yang Arif Tahu Kapan Harus Turun
Rafael Yanuar
Cerpen
Sofia
Rafael Yanuar
Flash
Ding Dong, Bioskop, dan Kafe
Rafael Yanuar
Flash
Lari!
Rafael Yanuar
Flash
Jalan Sepajang Malam
Rafael Yanuar