Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Romantis
Sepayung Berdua
7
Suka
6,189
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Jejak-jejak gerimis menebal di sepanjang jalur setapak. Kau menemani di sisiku, di bawah payung berdua. Angin berembus tenang mengalirkan kenangan. Pohon-pohon bergeming. Meskipun sepi menyesaki udara, aku tak merasa sendiri, sebab kau bersamaku. Parfum apa yang kaukenakan? Kenapa harum sekali—menyelubungi hatiku dengan kedamaian? Bagai buah nan segar dan ranum, melebihi rindu yang menawarkan peluk. Di antara seribu bunga yang tumbuh di sisi-sisi jalan, kaulah yang paling cerah. Saat gerimis turun bagai benang-benang cahaya dipermainkan cuaca, kaulah satu-satunya alasan kenapa aku tak pernah lupa membawa payung. Aku senang memandang matamu ketika hujan yang berguguran membuatmu tertegun. Sekalipun perbincangan kita begitu sederhana, aku tak merasa jenuh, semoga kau pun begitu. Apakah aku mencintaimu? Sampai sekarang aku tak tahu.

Saat tiada percakapan terdengar, kita hitung jejak langkah yang tergenang di setapak. Kita tak menunggu hujan reda, dan tak ingin terburu-buru jua. Tahukah kau, aku hanya perlu menangkupkan tangan dan berdoa untuk memulangkan matahari, dan cuaca pun cerah kembali, katamu, seraya tersenyum dengan mata diselubungi misteri. Sudah berkali-kali aku melakukannya—meminta terik, mengharap terang—dan selalu berhasil, belum pernah sekali pun gagal. Ibu berkata, aku anak kesayangan Matahari, yang dirinduinya sepanjang hari. Rambutmu tergerai hingga bahu, menari pelan seiring langkah. Dan sekali lagi harum yang asing, tapi begitu lembut, mengalir dari tubuhmu. Parfum apa yang kaukenakan? tanyaku, akhirnya. Namun, kau hanya tersenyum tanpa memalingkan wajah. Bagai lukisan telaga ketika sinar bulan jatuh miring pada permukaan air, beberapa helai rambutmu memantulkan warna biru tua. Kita sudah hampir sampai, katamu. Aku mengangguk mengiyakan. Setelah dia mengatakannya, tersadarlah aku, pohon-pohon yang tadinya rapat perlahan berkurang. Langit yang sempat tak terlihat, mulai mengintip di antara celah-celah dahan. Hujan masih turun melalui lambaian daun, tapi sudah tidak sederas tadi. Kau menutup payung, lalu berkata padaku. Hanya gerimis kecil, kita bisa berjalan tanpa takut basah. Dan kunang-kunang bermunculan di balik rimbun. Bulan sabit berkabut tertutup mendung. Sudah malam rupanya, kau mendesah, padahal tadi masih terang. Di ujung setapak, kita pun sampai. Setelah meninggalkan wangi yang asing, kau menghilang begitu saja.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Romantis
Novel
Bronze
Me After You
Julie Septy
Novel
"Meja Kerja Ayah"
Ade Zul Affandi
Flash
Sepayung Berdua
Rafael Yanuar
Novel
Bronze
Frankfurt to Jakarta
Leyla Imtichanah
Novel
You Are My Flaky
Luca Scofish
Novel
Bronze
Cerita Cinta Jenny
Lolita Alvianti susintaningrum
Novel
Bronze
Waiting For Love
silvi budiyanti
Flash
Bronze
Tiga Kali Duduk (Membicarakan Adam Series Part 8)
Silvarani
Novel
Bronze
PERANG SUDAH BERAKHIR
DENI WIJAYA
Novel
Gold
-8°C
Mizan Publishing
Novel
Bronze
Temusai
Ichsan Kamil
Novel
Bronze
The Art of Life
Titisari Prabawati
Novel
Bronze
MENJEMPUT JANJI
NURSAHID RAHMAT
Novel
Aku, Kau dan Dia
Rani Selviani
Novel
Gold
Tiada Ojek Di Paris
Mizan Publishing
Rekomendasi
Flash
Sepayung Berdua
Rafael Yanuar
Cerpen
Menulis Haiku
Rafael Yanuar
Flash
Janji Santiago
Rafael Yanuar
Flash
Lebih dari Cukup
Rafael Yanuar
Novel
Gerimis Daun-Daun
Rafael Yanuar
Cerpen
Penenun Pelangi
Rafael Yanuar
Cerpen
Arwah Kunang-Kunang
Rafael Yanuar
Cerpen
Malam Dingin di Cigigir
Rafael Yanuar
Novel
Perjalanan Semusim
Rafael Yanuar
Cerpen
Perempuan Berambut Perak
Rafael Yanuar
Novel
Di Antara Kelahiran dan Kematianku, Ada Kamu sebagai Hidup
Rafael Yanuar
Flash
Upaya Sederhana Memaknai Kenangan
Rafael Yanuar
Flash
Jalan Sepajang Malam
Rafael Yanuar
Novel
Jalan Setapak Menuju Rumah
Rafael Yanuar
Flash
Lukisan Rendra
Rafael Yanuar