Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Romantis
Sepayung Berdua
7
Suka
6,207
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Jejak-jejak gerimis menebal di sepanjang jalur setapak. Kau menemani di sisiku, di bawah payung berdua. Angin berembus tenang mengalirkan kenangan. Pohon-pohon bergeming. Meskipun sepi menyesaki udara, aku tak merasa sendiri, sebab kau bersamaku. Parfum apa yang kaukenakan? Kenapa harum sekali—menyelubungi hatiku dengan kedamaian? Bagai buah nan segar dan ranum, melebihi rindu yang menawarkan peluk. Di antara seribu bunga yang tumbuh di sisi-sisi jalan, kaulah yang paling cerah. Saat gerimis turun bagai benang-benang cahaya dipermainkan cuaca, kaulah satu-satunya alasan kenapa aku tak pernah lupa membawa payung. Aku senang memandang matamu ketika hujan yang berguguran membuatmu tertegun. Sekalipun perbincangan kita begitu sederhana, aku tak merasa jenuh, semoga kau pun begitu. Apakah aku mencintaimu? Sampai sekarang aku tak tahu.

Saat tiada percakapan terdengar, kita hitung jejak langkah yang tergenang di setapak. Kita tak menunggu hujan reda, dan tak ingin terburu-buru jua. Tahukah kau, aku hanya perlu menangkupkan tangan dan berdoa untuk memulangkan matahari, dan cuaca pun cerah kembali, katamu, seraya tersenyum dengan mata diselubungi misteri. Sudah berkali-kali aku melakukannya—meminta terik, mengharap terang—dan selalu berhasil, belum pernah sekali pun gagal. Ibu berkata, aku anak kesayangan Matahari, yang dirinduinya sepanjang hari. Rambutmu tergerai hingga bahu, menari pelan seiring langkah. Dan sekali lagi harum yang asing, tapi begitu lembut, mengalir dari tubuhmu. Parfum apa yang kaukenakan? tanyaku, akhirnya. Namun, kau hanya tersenyum tanpa memalingkan wajah. Bagai lukisan telaga ketika sinar bulan jatuh miring pada permukaan air, beberapa helai rambutmu memantulkan warna biru tua. Kita sudah hampir sampai, katamu. Aku mengangguk mengiyakan. Setelah dia mengatakannya, tersadarlah aku, pohon-pohon yang tadinya rapat perlahan berkurang. Langit yang sempat tak terlihat, mulai mengintip di antara celah-celah dahan. Hujan masih turun melalui lambaian daun, tapi sudah tidak sederas tadi. Kau menutup payung, lalu berkata padaku. Hanya gerimis kecil, kita bisa berjalan tanpa takut basah. Dan kunang-kunang bermunculan di balik rimbun. Bulan sabit berkabut tertutup mendung. Sudah malam rupanya, kau mendesah, padahal tadi masih terang. Di ujung setapak, kita pun sampai. Setelah meninggalkan wangi yang asing, kau menghilang begitu saja.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Romantis
Flash
Sepayung Berdua
Rafael Yanuar
Flash
Bronze
Eiffel Evil
Silvarani
Flash
Sepasang Kekasih di Ujung Waktu
Irza Fauzan
Novel
Bronze
Cobalah Mengundang Bahagia
Niken Ayu Winarsih
Novel
Sebuah Janji
Rana Zalfa Zahirah
Novel
Billionaire Jatuh Cinta
Lusi Yanna
Novel
Bronze
Mudita
I Gede Luwih
Novel
Bronze
Diary Ingin Cerita
Farida Zulkaidah Pane
Novel
Bronze
A Born Beauty
Yohana Ekky Tan
Novel
For my twin
Widayanti
Novel
Bronze
Proof Of My Heart
Ndah08
Novel
Gold
Dilarang Bercanda dengan Kenangan
Republika Penerbit
Novel
Time With You
kita kata
Novel
Bronze
Diary Bertali Luka.
Herniyanah
Novel
Bronze
Neng Zulfa: Menikah dengan Gus Dingin
Puput Pelangi
Rekomendasi
Flash
Sepayung Berdua
Rafael Yanuar
Cerpen
Catatan Harian Pak Treng
Rafael Yanuar
Flash
Lari!
Rafael Yanuar
Novel
Perjalanan Semusim
Rafael Yanuar
Cerpen
Sofia
Rafael Yanuar
Novel
Di Antara Kelahiran dan Kematianku, Ada Kamu sebagai Hidup
Rafael Yanuar
Flash
Aku Tak Ingin Mati Seperti Ini
Rafael Yanuar
Flash
Ternyata Aku Masih
Rafael Yanuar
Flash
Manusia Pertama
Rafael Yanuar
Flash
Penulis Paling Berbakat di Dunia
Rafael Yanuar
Flash
Upaya Sederhana Memaknai Kenangan
Rafael Yanuar
Flash
Kekasih Hujan
Rafael Yanuar
Flash
Secangkir Teh
Rafael Yanuar
Flash
Warna Pelangi
Rafael Yanuar
Flash
Di Perpustakaan
Rafael Yanuar