Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Romantis
Sepayung Berdua
7
Suka
6,464
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Jejak-jejak gerimis menebal di sepanjang jalur setapak. Kau menemani di sisiku, di bawah payung berdua. Angin berembus tenang mengalirkan kenangan. Pohon-pohon bergeming. Meskipun sepi menyesaki udara, aku tak merasa sendiri, sebab kau bersamaku. Parfum apa yang kaukenakan? Kenapa harum sekali—menyelubungi hatiku dengan kedamaian? Bagai buah nan segar dan ranum, melebihi rindu yang menawarkan peluk. Di antara seribu bunga yang tumbuh di sisi-sisi jalan, kaulah yang paling cerah. Saat gerimis turun bagai benang-benang cahaya dipermainkan cuaca, kaulah satu-satunya alasan kenapa aku tak pernah lupa membawa payung. Aku senang memandang matamu ketika hujan yang berguguran membuatmu tertegun. Sekalipun perbincangan kita begitu sederhana, aku tak merasa jenuh, semoga kau pun begitu. Apakah aku mencintaimu? Sampai sekarang aku tak tahu.

Saat tiada percakapan terdengar, kita hitung jejak langkah yang tergenang di setapak. Kita tak menunggu hujan reda, dan tak ingin terburu-buru jua. Tahukah kau, aku hanya perlu menangkupkan tangan dan berdoa untuk memulangkan matahari, dan cuaca pun cerah kembali, katamu, seraya tersenyum dengan mata diselubungi misteri. Sudah berkali-kali aku melakukannya—meminta terik, mengharap terang—dan selalu berhasil, belum pernah sekali pun gagal. Ibu berkata, aku anak kesayangan Matahari, yang dirinduinya sepanjang hari. Rambutmu tergerai hingga bahu, menari pelan seiring langkah. Dan sekali lagi harum yang asing, tapi begitu lembut, mengalir dari tubuhmu. Parfum apa yang kaukenakan? tanyaku, akhirnya. Namun, kau hanya tersenyum tanpa memalingkan wajah. Bagai lukisan telaga ketika sinar bulan jatuh miring pada permukaan air, beberapa helai rambutmu memantulkan warna biru tua. Kita sudah hampir sampai, katamu. Aku mengangguk mengiyakan. Setelah dia mengatakannya, tersadarlah aku, pohon-pohon yang tadinya rapat perlahan berkurang. Langit yang sempat tak terlihat, mulai mengintip di antara celah-celah dahan. Hujan masih turun melalui lambaian daun, tapi sudah tidak sederas tadi. Kau menutup payung, lalu berkata padaku. Hanya gerimis kecil, kita bisa berjalan tanpa takut basah. Dan kunang-kunang bermunculan di balik rimbun. Bulan sabit berkabut tertutup mendung. Sudah malam rupanya, kau mendesah, padahal tadi masih terang. Di ujung setapak, kita pun sampai. Setelah meninggalkan wangi yang asing, kau menghilang begitu saja.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Romantis
Novel
Bronze
Binar Sendu
Permatasari
Novel
Bronze
Cinta Tak Perlu Tanda Baca
sri ulang sari
Flash
Sepayung Berdua
Rafael Yanuar
Novel
Bronze
Make a Wish
Febriyanti
Novel
Gold
Revolt
Mizan Publishing
Flash
Bronze
Senyum Kala Hujan (Membicarakan Adam 1)
Silvarani
Novel
Bronze
Breakeven (Titik Impas)
yiyin andriana
Novel
Angkasa
Putri Prasasti
Novel
Gold
Ayesha
Noura Publishing
Cerpen
Rehat Sejenak
Rafael Yanuar
Novel
Gold
Sotter Celo de Roma
Bentang Pustaka
Novel
Gold
5 Detik dan Rasa Rindu
Mizan Publishing
Novel
Bronze
Stuck On You
Venny Lestari
Novel
Bronze
Couple goals?
catatanv
Novel
Gold
Surat Cinta Tanpa Nama
Bentang Pustaka
Rekomendasi
Flash
Sepayung Berdua
Rafael Yanuar
Cerpen
Rehat Sejenak
Rafael Yanuar
Flash
Manusia Pertama
Rafael Yanuar
Flash
Jalan Sepajang Malam
Rafael Yanuar
Flash
Clair de Lune
Rafael Yanuar
Novel
Di Antara Kelahiran dan Kematianku, Ada Kamu sebagai Hidup
Rafael Yanuar
Cerpen
Hujan yang Arif Tahu Kapan Harus Turun
Rafael Yanuar
Cerpen
Catatan Harian Pak Treng
Rafael Yanuar
Novel
Sampai Jumpa Besok
Rafael Yanuar
Flash
Ding Dong, Bioskop, dan Kafe
Rafael Yanuar
Cerpen
Kisah Rubah
Rafael Yanuar
Novel
Kesempatan Kedua
Rafael Yanuar
Flash
Penulis Paling Berbakat di Dunia
Rafael Yanuar
Novel
Jalan Setapak Menuju Rumah
Rafael Yanuar
Flash
Dompet Natal
Rafael Yanuar