Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Bersahabat sejak SMA. Rio selalu bikin baper Ria. Menumbuhkan harapan utk hidup bersama.
Kring...kring..kring..
Rio segera menyentuh layar bergambar gagang telpon. Ia memang sedang asik memainkan gawainya saat itu.
"Calon istriku," nama itu terlihat di layar ponsel. Wajahnya sumringah melihat nama itu.
"Assalamualaikum," terdengar suara lembut seorang perempuan.
"Wa'alaikumsalam comel," Rio tampak menggodanya cengengesan.
"Rio, aku cuma mastiin apa benar kamu mau kembali untuk melamarku saat kau pulang dari Singapore nanti?"
"Ko kamu nanya gitu, ada apa sih comel?"
"Rio, aku serius. Aku mau dilamar. Laki-laki itu kakak kelas kita dan ia sekarang telah menjadi seorang PNS. Tapi aku belum memberi jawaban, karena aku masih menunggu kepastian kamu."
"Ria, aku masih belum siap. Aku masih harus menata masa depanku. Mungkin terlalu lama jika kamu terus menungguku. Terimalah dia."
"Rio, aku mau menunggu kamu."
"Gak usah Ria, aku tak pantas untuk ditunggu. Menikahlah kau dengannya! Ia lebih pantas untuk wanita sebaik kamu."
"Rioooo ...," Suara gadis itu melemah.
"Maafin aku Ria, aku gak bisa menepati janjiku."
Cinta itu terpisahkan oleh jarak. Hingga akhirnya tak bisa bersatu kembali.
***
Hari ini adalah pernikahan Ria dengan seorang PNS yang ia ceritakan.
Drrrrtttt …. drrt ….
Sebuah pesan masuk ke ponsel Ria.
"Selamat ya, hari ini kamu tidur udah ga sendirian lagi hehehe," Rio yang mengirim pesan itu.
Ria segera menghapus pesan itu tanpa membalasnya. Ia segera menyimpannya di meja.
Ia mengusap air mata yang jatuh tanpa aba-aba. Ada ngilu yang ia rasakan dilubuk hatinya.
"Harusnya kamu yang menjadi teman tidurku Rio, bukan yang lain." Ria memiringkan badannya diatas ranjang yang bertabur bunga, air matanya kembali mengalir.
Di seberang sana Rio masih menatap ponselnya. Berharap ada balasan pesan.
Namun hening, ponsel itu tak kunjung berbunyi. Ia kembali mengirimkan pesan.
"Jika kita tidak berjodoh. Smoga kelak anak kita yg berjodoh dan undangan Ria&Rio akan menjadi nyata," Rio duduk termenung diatas ranjang yang dibalut seprei putih, matanya menatap jendela apartemen yang masih terbuka, menampilkan langit malam yang begitu indah dengan taburan bintang.
Melihat taburan bintang yang indah, Rio kembali teringat saat ia dan Ria mendaki gunung Burangrang. Saat sama-sama menatap bintang langit malam di atas puncak gunung. Mereka menunggu bintang jatuh. Lalu menempelkan ujung-ujung kaki mereka sambil terlentang menatap langit.
"Ria, ayo bilang sama Tuhan. Kalau kamu itu mau jadi istriku."
'Ihhh .... Apaan sih Rio."
"Buruan Ria, mumpung ada bintang jatuh. Kata orang kalau ada bintang jatuh permohonan kita bakal terkabul."
"Kita kan masih sekolah, masih lama kali hahaha."
Kenangan itu selalu berkelebat dipikiran Rio. Ia selalu membayangkan indahnya jika hidup bersama Ria. Wanita yang begitu ia kagumi. Namun Ia telah menjadi pecundang, tak mampu menepati janjinya sendiri.
Kini, kekuatan cinta yang terjalin selama 7 tahun itu telah sirna. Rio harus melepasnya dengan deraian airmata dan seribu kenangan yang masih tersisa. Mungkin ini memang takdir Tuhan yang telah digariskan untukku. Namun berpisah dengan raga bukan berarti harus terpisah dengan sejuta kenangan indah yang telah kita lalui bersama. Ijinkan hati ini terus menanam rindu pada wanita yang telah memenuhi ruang hatiku.