Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Jam menunjukkan pukul 21.00 WIB, tampak seorang pemuda sedang serius membersihkan sebuah ruangan sambil berbicara dengan Dimas.
"Lian, kita kan besok libur jadi Loe gak ada niatan gitu untuk pulang ke rumah ?" Tanya Dimas kepada pemuda bernama Lian.
"Mereka kan dah ngerawat dan besarkan Loe yan, meski mereka punya kekurangan tapi gue lihat mereka tulus kok cinta saka Loe." Bujuk Dimas penuh harap namun ia hanya diam dan langsung meninggalkan Dimas.
Di dalam kamarnya, Lian selalu saja memikirkan perkataan dari Dimas. Sebenarnya ia ingin pulang mengunjungi orang tuanya namun kebencian dan egonya lebih besar sehingga ia memilih tidak pulang selama dua tahun ini dan pergi tanpa kabar dari orang tuanya yang memiliki keterbelakangan mental itu.
Beberapa hari kemudian akhirnya Lian memutuskan untuk melihat kedua orang tuanya karena dalam hati sebenarnya ia merasa bersalah meninggalkan orang tuanya itu, ia memutuskan untuk bersiap-siap berpakaian dan beranjak pergi, sepanjang jalan ia hanya mengingat kenangan bersama orang tuanya meskipun itu hanya ingatan yang kabur dimana ayahnya selalu melindunginya setiap saat, ibunya yang tak tidur karena menemaninya saat ia sakit, ayahnya selalu memberikan nasi bungkus setiap pulang kerja agar putranya tak kelaparan padahal ayahnya dan ibunya hanya memakan sepotong roti yang dibagi dua, dan masih banyak lagi pengorbanan yang dilakukan orang tuanya kepada dirinya.
Sesampai di rumahnya, ia melihat sang ibu duduk di depan pintu sambil memegang buku namun ia tak berani mendekat dan memilih bersembunyi di balik pohon karena ada seorang wanita tua berbicara di sana.
"Sri lagi belajar baca kak soalnya Sri rindu banget sama Lian, Lian gak mau ketemu sama Sri kalau Sri gak pintar." Sebuah kalimat yang diucapkan oleh ibunya itu seakan membuat harinya Lian hancur karena ia pikir kedua orang tuanya bakal membencinya namun malah sebaliknya mereka malah melakukan berbagai cara agar ia kembali kepada mereka dan tetap mencintainya.
"Wah kamu hebat bu, pasti kalau anak itu ngelihat ini bangga deh sama kamu, memang anak yang durhaka, emang kamu udah lancar bacanya?" Tanya wanita itu berlinang air mata. Lantas wanita itu langsung pamit dan melambaikan tangan dan pergi meninggalkan ibunya. Setelah wanita itu menghilang segeralah Lian menghampiri ibunya dan berdiri tepat di depan ibunya.
"Lian, maaf kalau Sri belum pintar, Lian gak akan pergi lagi kan?" Sebuah kata-kata yang membuat Lian tak bisa mengucapkan sesuatu dan memilih memeluk ibunya dengan erat sedangkan ibunya hanya memeluk balik Lian dan mengelus rambut putranya itu.
"Lian makin kurus aja, ayo kita masuk soalnya Sri udah tinggalin makanan untuk Lian karena takut kalau Lian belum makan." Ibu nyamenarik tangan Lian masuk ke dalam, di dalam rumah segeralah Lian duduk di lantai yang dilapisi tikar dan melihat ibunya membawa nasi bungkus semalam dan menghidangkan di depan Lian.
"Kenapa ibu masih gak melupakan aku?" Tanya Lian membentak.
"Lian panggil Sri ibu?" Tanya ibu.
"Ya ibu" Jawab Lian singkat dan membuat Sri senang, tiba-tiba ayahnya datang dan terkejut.
"Lian, jangan pergi lagi, ayah udah pintar." Ujar ayahnya.
"Maaf." Ujarnya penuh isak memeluk orang tuanya.