Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Jalanan sepi menjadi kelemahanku. Tiga pria jalanan berbau alkohol tiba-tiba saja menahan langkahku saat aku baru saja turun dari angkot. Dengan mudahnya mereka menggiringku ke tepian jalan dan mencengkeram leherku.
Sekuat apa pun aku berteriak, hasilnya nihil. Tidak ada seorang pun yang melintasi jalan ini.
“Tolong!” teriakku sekali lagi – berharap Tuhan mengirimkan malaikat penolong untukku – sebelum akhirnya salah satu dari mereka menyumpalku dengan handuk kecil yang sejak tadi melilit di lehernya.
Aku hampir muntah saat handuk busuk itu memenuhi mulutku.
Mereka tertawa jahat sambil meneliti setiap inci tubuhku. Aku menangis namun tidak dapat mengubah apa pun. Seorang dari mereka mulai menyentuh wajahku. Refleks, aku membuang muka, membuat pria berhidung bengkok itu marah dan menampar kedua pipiku.
“Hei! Apa-apaan ini?!” teriak seseorang mengagetkan mereka.
Preman-preman itu sontak kaget dan berdiri, kemudian membungkuk hormat pada pria muda yang sekilas terlihat tampan sekaligus berbahaya.
“Dia punya gue!” katanya lalu mengusir tiga pria itu. Dengan patuh, mereka pergi begitu saja.
Pria itu menghampiriku. Ia melepaskan jaket yang dikenakan lalu menyampirkannya di bahuku.
“Kamu aman,” katanya pelan.
“Te... terima kasih,” kataku gugup. “Mereka siapa?”
“Anak buahku.”
Aku menelan ludah.