Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Menikah dengan pria seperti dia adalah impianku sejak pertama berkenalan dengannya. Dia seseorang yang cukup terkenal di negara ini dan memiliki beberapa bisnis yang lumayan sukses. Wajahnya memang tidak tampan. Tapi, ketenaran dan kekayaannya begitu memukau. Aku termasuk yang silau.
Aku seorang pemain sinetron yang jarang dipanggil untuk shooting. Padahal, ayahku aktor ternama. Yang begitu sering menyabet penghargaan ajang-ajang festival film bergengsi sebagai aktor terbaik. Sementara ibuku seorang sutradara yang juga hebat. Terlebih memang tidak terlalu banyak sutradara perempuan di negara ini.
Kedua orangtuaku sering membawaku ke lokasi pembuatan film sejak kecil. Itu yang membuat aku jatuh cinta pada dunia akting. Tapi, pepatah "buah jatuh tidak jauh dari pohonnya", tampaknya tidak berlaku padaku. Nyatanya, kemampuan aktingku biasa saja.
Karena itu, aku pikir dengan menikahinya, selain masa depanku dan anakku kelak akan terjamin, popularitasku pun akan kian meningkat. Sehingga aku tidak berakhir terlalu memalukan jika dibandingkan kedua orangtuaku.
Betapa bahagianya aku setelah masa pendekatan yang cukup singkat, yaitu sekitar tiga bulan, ia melamarku. Dua bulan setelahnya kami menikah. Pesta pernikahan yang persis sesuai bayanganku sejak masa remaja. Penuh dekorasi bunga yang cantik, gaun pengantin yang begitu indah memesona, juga kue pernikahan yang luar biasa. Ditambah bulan madu keliling Eropa.
Tapi, seperti bentuk perasaan apa pun yang ada di dunia ini, kebahagiaan juga bersifat sementara. Perlahan ia mengeluarkan sifat-sifatnya yang sebelumnya tidak pernah dia tunjukan. Dia melarangku bermain sinetron lagi. Padahal, tawaran itu mulai makin banyak berdatangan.
Hidupku memang bergelimang harta tapi aku tidak bisa ke mana-mana. "Kalau memang tujuanmu bekerja adalah uang, aku bahkan memberikanmu lebih dari yang kau butuh dan inginkan," katanya. Aku sendiri juga tidak terlalu tahu apa yang sebenar-benarnya aku cari di dunia akting yang sayangnya juga aku tidak terlalu berbakat itu.
Tidak lama kulihat dia jadi sering muncul di layar kaca sebagai aktor yang membintangi beberapa sinetron lalu juga merambah berakting di berbagai film. Padahal, kemampuannya jelas jauh lebih buruk dariku. Mungkin karena dia sudah punya banyak penggemar sebelumnya saja maka rumah produksi itu banyak yang betah menjadikan dia bintangnya. Aku rasa dia melarangku kembali berakting hanya takut kalau namaku jadi lebih besar darinya.
Setelah dua tahun menikah, aku pun melahirkan anak laki-laki. Saat hamil, kondisiku cukup payah. Aku berkali-kali dirawat di rumah sakit. Ternyata setelah melahirkan aku jauh lebih payah. Aku kewalahan jadi ibu baru. Kedua puting payudaraku perih bukan main. Setelah menyusui energiku pun terkuras habis. Memang aku dibantu pengasuh tapi tetap saja, tidurku tidak pernah cukup rasanya. Tubuhku benar-benar seperti tidak kukenali lagi. Pikiranku sering kusut.
Ketika nifasku baru saja selesai, dia langsung meminta berhubungan badan denganku. Sebetulnya jiwa dan ragaku sedang lelah-lelahnya. Dengan setengah hati aku terpaksa melakukannya. Karena dia bilang, kalau aku menolak, malaikat akan melaknatku.
Selepas puas melampiaskan nafsunya, dia berbisik di telingaku, "Aku mau punya 20 anak. Mari kita buat 19 lagi secepatnya. Banyak anak, banyak rezeki. Banyak anak, banyak yang berbakti dan balas budi. Apalagi kalau mereka jadi penghafal kitab suci sejak dini. Kelak kita akan diberikan mahkota yang terbuat dari cahaya di alam lain nanti."