Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Thriller
Saturnight
5
Suka
5,937
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Selama 5 tahun wajahnya semu. Masih sembunyi bersama kabut malam itu. Setiap sabtu malam kuterima sekotak coklat. Kadang-kadang bunga, gelang, atau selembar puisi. Tidak jarang juga daun kering, sayap burung, bahkan remahan biskuit sisa gigitannya.

"Manis. Eh bukan! Kamu belahan jiwaku. Eh salah! Kamulah calon ibu dari anak-anakku. Maaf maaf, maksudku lebih dari itu. Kamu adalah hidup dan matiku." Jelasnya melalui telepon genggamku yang jadul.

Selalu ada hal sederhana yang membuat perasaanku campur aduk. Kesal, bingung, dan tersipu malu sering jadi satu. Kesal saat lawakannya tidak sampai nalarku. Apalagi saat dia pamer wanita lain yang memperebutkannya. Cemburu? Ya tentu. Bingung, alasan mengapa setiap sabtu malam kuterima kotak. Kotak yang isinya selalu diluar ekspektasi. Tersipu malu, saat pujian dan rayuan hampir meruntuhkan jantungku. Tidak peduli apakah hati dan ucapannya sejalan. Sebab ialah pelepas sepi meski masih jadi misteri.

"Surat ini untuk sketsa wajah yang ada di dinding kamarku. Sejujurnya, aku bukan seorang yang romantis. Tidak manis dan tidak punya apa-apa selain rasa takut. Takut kehilanganmu."

Sebotol formalin bersama bunga mawar. Menjadi hadiah terakhir yang aku terima. Untuk kesekian kalinya aku dibuat bertanya dan memohon.

"Wahai pencipta langit yang maha tinggi. Tunjukan wajah semu yang selalu membuatku halu. Apapun wujudnya, aku siap! Bagaimanapun cerita akhirnya, aku terima! Sebab hati ini terlanjur jatuh kepadanya."

Sabtu malam pada minggu berikutnya kuterima sebuah kertas. Tergeletak diantara kelopak mawar di samping teras dekat kamarku. "Pergi dan bawalah semua benda pemberianku ke tempat dimana kamu merasa tenang sayang." Aku pergi ke taman dekat sekolah. Kertas selanjutnya tertulis "Ke arah selatan dan melangkahlah sesuai jumlah kelopak bunga mawar terakhir yang kuberikan." 13 langkah menuju selatan. Tertulis kertas yang menempel pada pohon kelapa. "Makanlah apapun yang bisa kamu makan dari pemberianku sayang, setelah itu carilah sungai!"

Dia paham betul perjalanan yang melelahkan membuat perutku keroncongan. Dia memang yang paling paham. Lebih dari Ayahku sendiri. Selesai melahap coklat dan biskuit, lekas kulanjutkan langkah menuju sungai.

Sesampainya di sungai, terlihat seorang pria dewasa berdiri dengan gagahnya. Memakai jaket hitam, sepatu kulit, sambil memegang sebuah kotak. Perlahan wajahnya berbalik. Dia sangat tampan. Berkulit putih bersih, berkumis tipis, bola matanya yang coklat terpancar indah. Jemarinya yang panjang menggapai lenganku. Wajahnya mendekat. Bola matanya yang indah menatap tajam. Kuperhatikan dengan saksama. Kugenggam erat tangannya. Ia tersenyum manis.

Pada akhirnya aku sadar, ialah anak laki-laki yang merenggut nyawa Ibu. Sabtu malam, 17 tahun yang lalu. Ketika Ayah tertimpa kasus korupsi. Memperebutkan harta dan tahta hingga pertumpahan darah pun terjadi.

"Terima kasih telah sukarela menjadi hidup dan mati untukku." Ucapnya setelah mengecup bibirku. Lalu, tanpa ampun Dia hujamkam sebilah pisau dari kotak menuju tepat ke arah jantungku.

Saturnight.

10 April 2021

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
The real sekopet
Rekomendasi dari Thriller
Flash
Saturnight
Mae Takata
Novel
BERTILDA BLACKTON
Huning Margaluwih
Novel
DIADEM
Al Szi
Novel
Bronze
Armitech
Wilson M
Komik
Anomali
nadim sulthan
Novel
Bocah dari Lembah Pesakitan
Auli Inara
Novel
Bronze
Rantai Mawar
Mega
Flash
Bronze
Silent love
Eva yunita
Novel
Landscape Juna
Nicanser
Novel
Bronze
BEHIND THE STAGE
I. Majid
Flash
Givers Of Death
Desi Ra
Flash
BOROK
Shina El Bucorie
Flash
KAZOKU ( 家族 )
darkest nitch
Flash
Seharusnya Aku Tidak....
Via S Kim
Novel
Bronze
Jurnal Para Arwah: ATMA
Bakasai
Rekomendasi
Flash
Saturnight
Mae Takata
Novel
Bronze
BACKPACKER GELIS
Mae Takata
Novel
Bronze
EGO
Mae Takata
Novel
Bronze
MENOLAK LUPA
Mae Takata
Flash
WARNA RAMADAN
Mae Takata