Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Dia adalah pacarku, namanya Leo. Kami pertama kali bertemu ketika aku sedang mendapatkan masalah di Paris karena dituduh tidak membayar sepeda Velib yang kupinjam. Aku yang saat itu masih belum terlalu fasih berbahasa Prancis tidak dapat berargumen apa pun. Untung saja, pada saat itu dia datang menyelamatkanku.
"Kamu dari Indonesia, kan?" tanyanya saat itu.
"Bagaimana kamu tahu?" aku balik bertanya sebagai respon.
"Hanya pendatang baru yang tidak tahu kalau peminjaman sepeda di sini semuanya sudah melalui aplikasi," paparnya menjelaskan.
"Dan?" tanyaku kembali.
"Sepatu Ventela, khas anak muda dan mungkin baru dibeli sekitar dua bulan yang lalu. Kausmu, menggunakan merek Wellborn yang diproduksi di Bandung dan dijual dengan harga 190 ribu. Lalu coat ini, yang meskipun terlihat seperti buatan lokal Prancis, tetapi aslinya dibeli di Indonesia dengan harga sekitar 500 ribu." Leo menyentuh jaketku. "Dan ... satu lagi, parfum yang kamu gunakan adalah produksi Humans. Yang katanya go internasional, tetapi penjualan mereka tetap saja terfokus kepada pasar lokal. Sangat cinta produk tanah air." Dia tersenyum.
"Ok. Fine. Tapi ... aku juga sudah tahu bahwa kamu juga dari Indonesia," cibirku sebagai balasan.
"Karena bersimpati kepada sesama orang Indonesia yang mengalami kesusahan?" sarkasnya.
"Dan ... gantungan tas yang kamu pakai. Ukiran kayu. Khas Jepara," tandasku yang membuatnya terdiam.
"Well, sepertinya kita harus mendapatkan kredit karena telah memperkenalkan brand fashion tanah air di sarangnya brand fashion dunia," kelakarnya.
"I hope so," tukasku sarkastik.
"Btw, namaku Leo. Kamu sudah tahu aku dari daerah mana." Leo menjulurkan tangan.
"Aku Lia, Amalia. Kamu juga sudah tahu aku dari daerah mana." Aku balas menjabat tangannya.
Tak kusangka, perkenalan absurd itu menuntun kami kepada sebuah persahabatan. Dia yang setahun lebih dahulu tinggal di Prancis lebih paham tentang hiruk-pikuk negara ini. Selain itu, dia juga lebih fasih berbahasa Prancis dariku. Enam bulan berselang, kami memutuskan untuk menjalin hubungan yang lebih serius daripada sekadar pertemanan.
Aku suka semua hal tentangnya. Mulai dari caranya berkomunikasi, caranya berpakaian, dan kecerdasan yang dimilikinya tentunya. Tak hanya itu, dia juga memperlakukanku dengan baik. Bahkan, dia memiliki panggilan khusus untukku, yaitu "My Dear".
Satu hal tentang dia yang selalu membuatku bertanya-tanya adalah dia selalu menghindari menetap sekamar denganku ketika bepergian. Padahal, di negara ini tidak ada larangan kepada pasangan yang belum menikah untuk tinggal sekamar. Saat menjelang tengah malam, dia juga selalu keluar kamar. Entah dia pergi ke mana.
Aku selalu berandai-andai, mungkinkah dia adalah sosok Bruce Wayne yang selalu keluar malam untuk menyelamatkan kota Gotham? Atau jangan-jangan dia adalah agen 007 yang sedang menyamar? Entahlah, yang jelas dia bukan pembunuh bayaran seperti di film Collateral.
Pada akhirnya, rahasia kecil tentangnya membuatku terkejut. Ternyata, nama panggilannya untukku yaitu "My Dear" adalah salah eja. Yang dia maksud adalah "My Deer" atau rusaku dan namanya—Leo—aku yakin itu bukan nama asli. Ketika aku menyadari itu, tiba-tiba kamarku digedor dengan sangat keras. Aku panik.
Saat kucoba mencari senjata untuk pertahanan diri, pintuku berhasil didobrak. Itu adalah Leo! Badannya berlumuran darah mulai dari wajah hingga bajunya. Sembari terengah-engah Leo mengucapkan sebuah kata, "Lari!" Sebelum akhirnya dia jatuh tak sadarkan diri.