Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Kenapa Senna sangat terburu-buru? Sangat sulit menyamakan langkahku dengannya. Aku melihat pria itu memasuki sebuah toko bunga. Mayna Garden Florist. Manis sekali.
Sebelum mengendap-endap ke dalam, sejenak kulirik jajaran buket bunga yang menggantung di depan dinding muka toko. Aromanya menyergap indera penciuman seperti sedang memberi terapi dan mengobati kelelahan kuliah seharian. Beberapa vas besar berisi puluhan tangkai mawar tampak begitu menawan hati. Pot gantung berisi tanaman hias di muka toko juga menambah nilai keasrian di sini.
Yang warna ungu apa namanya? Apakah itu bunga anggrek? Entahlah! Yang jelas cantik sekali seperti dress berwarna mauve yang kupakai hari ini.
Oke, ini bukan waktu untuk mengagumi kecantikan bunga. Aku meletakkan jari telunjuk di depan bibir, memberi isyarat pada wanita penjaga yang hendak menyapa. Dia berdiri di depan meja kasir. Tangan wanita itu sedang memegang buket bunga mawar putih pesanan customer di hadapannya.
Senna sudah bergerak masuk ke dalam. Tangannya menyentuh kelopak bunga berwarna kuning. Punggungnya yang lebar tertutup tas ransel hitam. Huh! Aku jadi susah untuk mengagumi punggung kokohnya.
Setelah mengedarkan pandangan, mataku tertumbuk pada bunga berwarna merah dalam pot air. Kalau ini sih, aku tau. Ini pasti bunga mawar merah ... satu tanda cinta ... yang berarti bahwa, kucinta padamu .... Uwow! Kenapa harus nyanyi dalam hati gini, sih?
Senna ke mana? Tadi masih di sana? Aku mendekat ke arah bunga kuning berkelopak kecil, menyentuh kelopak yang tadi disentuh pujaan hatiku.
Aku mendekati Florist yang sedang sibuk merangkai bunga. Dia memotong tangkai mawar putih dan memasukkan beberapa ke dalam buket.
"Aku merasa pemilik toko hampir berhasil memindahkan taman bunga di Bandung ke sini," ucapku penuh canda berusaha mencari obrolan dengan wanita seumuranku ini.
"Kebetulan pemiliknya adalah suami saya, Nona." Wanita itu berucap malu-malu.
"Airin? Sedang apa?"
Kulihat Senna sudah berdiri di belakangku. Dia mengenakan seragam berlogo toko bunga yang sama seperti wanita cantik itu. Rahangnya terlihat mengeras.
"Ah, iya! Mba, ini yang punya toko. Kenalkan nama saya Mayra." Ucapan wanita dengan rambut bergelombang itu langsung mengaktifkan meilin-meilin di otakku. Jadi Mayna Garden Florist artinya Mayra dan Senna Garden Florist? Uh, romantis yang ingin kubantah!
Jadi Senna sudah menikah? Kenapa dia berani memberi perhatian padaku? Atau aku yang terlalu percaya diri? Tidak! Aku yakin, dia memang menatapku penuh cinta saat makan siang kemarin.
Sinar matahari pukul dua masuk melalui jendela-jendela kaca yang mendominasi toko ini. Tentu saja menambah amarah dan kekecewaan dalam diriku. Senna dan gurat kecemasan dalam wajahnya membuatku tak ingin berkata-kata pada Mayra yang tak bersalah.
Segera pergi dari tempat ini adalah langkah yang tepat. Aku tak mau dituding sebagai pelakor meskipun sang pria yang menyodorkan diri. Senna bahkan tak berkutik di depan istrinya.
Percuma ganteng kalau sudah punya istri. Aroma bunga ini bahkan terus menempel sampai aku tiba di apartemen. Menyebalkan!