Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Ferdi melihat jam tangannya menunjukkan pukul 00.30. Malam sudah selarut ini ia baru sampai di depan kamar kosnya. Lelah setelah bekerja membuat dirinya ingin segera merebahkan diri di atas tempat tidur.
Ia segera mengambil kunci kamar di saku celananya. Saat jemarinya meraba-raba isi saku, ia baru teringat, kunci kamar kosnya lupa ia bawa pulang.
"Nasib, udah pulang telat..kunci kos ketinggalan.. duh.. masa ku tidur di luar." Gumam hatinya.
Ferdi melihat rumah ibu kos sudah gelap. Tidak mungkin baginya meminta kunci cadangan dini hari seperti ini.
Walaupun matanya sudah sulit diajak kompromi, Ferdi tetap mencoba bertahan.
"Kuat, kuat.. jangan sampai ketiduran di luar, bisa brabe kalau ada yang liat." Ferdi terus bergumam dalam hati sambil sesekali mengucek-ngucek matanya yang samakin ngantuk.
Ia melihat ke arah jendela kamar kosnya.
"Sepertinya jendela gak kekunci ya..." Pikir Ferdi.
lalu ia dekati jendela itu. Dugaannya benar, jendela tidak terkunci.
"Alhamdulillah.... bisa masuk kamar juga," kata hatinya riang.
Sebelum ia masuk melalui jendela, ia menoleh ke kanan dan kiri. Ia ingin memastikan tidak ada yang melihatnya masuk kamar kos lewat jendela.
"Aman.. gak ada yang liat, tinggal masuk"
Saat Ferdi mencoba masuk melalui jendela, tanpa sengaja tangan kirinya mendorong sesuatu, dan..
"Praaaaakkkk!!", sebuah benda pecah belah jatuh ke lantai dan pecah.
"Sial.. vas bunganya pecah, jangan sampai ada yang terbangun."
Sambil mempertahankan posisi tubuhnya di jendela, ia kembali menoleh ke kanan dan ke kiri. Setelah kembali merasa aman, ia segera masuk ke kamar dan mengunci jendela rapat-rapat dari dalam.
Fahri melepas sepatunya. Ia letakkan tepat di sampingnya. Merebahkan diri, lalu lelap menyelimutinya.
Tiba-tiba ia mendengar suara tangis di salah satu sudut kamarnya. Fahri pun terbangun. Ia menyalakan lampu kamarnya. Ternyata, suara tangis itu terdengar dari sebuah pecahan vas bunga yang semalam terjatuh.
Entah kenapa, Fahri merasa bisa untuk bertanya kepada sebuah pecahan vas bunga.
"Wahai pecahan vas bunga, ada apa gerangan kau menangis," dengan lembut Fahri bertanya pada pecahan vas bunga itu.
"Seharusnya aku yang tanya kenapa? kenapa engkau begitu tega membiarkanku tercecer seperti ini setelah kau pecahkan diriku?" Pecahan vas bunga itu berbalik bertanya.
"Masalah itu, aku mohon maaf. Semalam aku begitu lelah, hingga sama sekali tidak memikirkan hal itu." Jawab Fahri membela diri.
"Manusia memang egois, selalu menganggap hanya dirinya yang berperasaan. Sedangkan benda sepertiku ini hanya objek bagi kesenengan dan kepuasan hatinya saja. Cobalah sesekali mengerti benda sepertiku ini. Tidak masalah bagiku menjadi kepingan seperti ini. Tapi tolong letakkanlah aku ditempat yang aman. Aku tidak mau melukai siapapun termasuk dirimu." kata pecahan vas bunga dengan suara terisak.
Fahri membuka mata. Ia sadar dia telah bermimpi. Walaupun itu hanya mimpi, ia teringat pesan pecahan vas bunga di mimpinya itu.
Fahri segera beranjak dari tempat tidurnya.
"Aww....!!"
Ia menginjak pecahan vas bunga yang masih tercecer di lantai. Darah segar mengalir dari telapak kakinya. Ia kesakitan.
Namun, rasa sakit di kaki Fahri tiba-tiba berpindah ke hatinya, saat kedua matanya melihat sebuah undangan pernikahan untuk dirinya dari mantan kekasihnya.