Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Orang bilang mimpinya 'kan terwujud.
Dan jika ditanya mimpi paling indah apa yang pernah Aina rasa, ia hanya punya satu jawaban, menikmati hari tua bersama ibu. Duduk di teras ditemani semangkuk kue dan secangkir teh, sambil bercerita banyak hal tentang tingkah-tingkah tak lazimnya. Tertawa bersama hingga senja tiba. Mimpi sederhana yang dimiliki anak 10 tahun sepertinya.
Ibu akan selalu tertawa setiap kali Aina bercerita, lalu kemudian bertanya, "Memang kamu nggak punya mimpi yang lebih indah lagi?"
Aina tanpa ragu menjawab, "Tidak! Itu saja cukup."
Namun kemarin ia bermimpi buruk. Tentang Ibu yang tertidur dan tak mau bangun. Aina yang bingung memilih memanggil Bibi Farah (kakak Ibu) dan membawanya ke rumah. Bibi tak banyak bicara, hanya memeluknya dan mengelus kepalanya tanpa henti, sambil berbicara entah apa pada orang di telepon.
Saat pagi tiba banyak orang datang kerumahnya, bersiap memandikan Ibu dan mendandaninya dengan kain putih, lalu membawanya pergi. Aina tak banyak bertanya, tak pula menangis, karena ia tahu ini hanya mimpi. Esok Ibu akan berada di sisinya, menyiapkan semangkuk kue coklat dan secangkir teh hangat. Lalu mereka akan bercerita banyak hal, tentang apa yang Aina lakukan hari ini, juga apa yang ingin ia lakukan di masa depan. Tertawa hingga senja tiba.
Aina ingin segera bangun dari mimpinya.
Hal terakhir yang Aina ingat adalah ia yang terduduk di depan jendela dengan boneka beruang besar hadiah dari Ibu. Diluar hujan deras sekali. Membuat Aina tak bisa dengar banyak hal, termasuk ocehan orang-orang yang masih berkumpul di rumahnya. Namun lamat ia rasakan sebuah tangan membelai lembut kepalanya. Bukan milik Ibu. Menyadarkan Aina kalau mimpinya kali ini benar-benar terwujud.
"Sabar ya Nak," suara Bibi Farah berujar lembut, "Bibi tahu kamu bisa lewatin ini."
Aina hanya menyahut pelan, "Tidak Bi, Aina tak pandai ucap selamat tinggal."
Orang bilang mimpinya 'kan terwujud. Tapi mereka lupa ia punya mimpi buruk.