Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Senyumnya selalu saja membuatku berdebar. Seluruh hal yang ada pada dirinya, aku sangat menyukainya. Namun, sayangnya, tembok pembatas antara dia dengan diriku terbentang sangat luas.
Dia terlihat sangat keren, ketika sedang bermain basket. Dia terlihat begitu memesona ketika sedang mengikuti olimpiade. Dia terlihat begitu tampan, ketika sedang mengobrol dengan teman-temannya.
Berkali-kali aku mencoba mendekatinya, tetapi, tetap saja, dia mengabaikanku. Dia sangat sulit untuk kujangkau. Dia bahkan memiliki kasta yang lebih tinggi dariku. Mungkin, karena itu, dia seperti tidak menganggapku apa-apa.
Dia lebih tinggi dariku, dia bahkan bisa mengambilkan buku yang terletak di rak paling tinggi untuk wanita lain. Aku menyaksikan sendiri, bahkan jauh dari dalam hatiku, aku menaruh rasa iri kepada gadis itu.
"Rean, kamu bisa mengambilkan buku itu untukku?" tanyaku setelah gadis tadi pergi.
Rean hanya menolehkan kepalanya kepadaku sekilas. Sesaat kemudian, ia berjalan meninggalkanku begitu saja. Ah, menyebalkan! Padahal gadis tadi saja, bisa diambilkan buku oleh Rean, lantas, mengapa aku tidak?
Aku menghela napas. Sesampainya di kelas, aku mengambil sebuah kertas di laci meja Zefa yang duduk di sebelahku. Tak lupa, aku meminjam pulpen milik Zefa, kemudian, menuliskan sesuatu di kertas itu.
"Dear Rean, jika kamu membaca ini, kuharap kamu akan tahu seberapa besar perasaanku untukmu. Aku menyukaimu. Aku jatuh cinta padamu bahkan dari pandangan pertama. Dari Laras, pengagum rahasiamu selama ini."
Aku melipat kertas itu dengan sangat rapi, lalu kuantarkan saja ke kelas Rean. Namun, saat aku tengah melangkahkan kaki di koridor, kulihat Rean sedang asyik bergurau dengan gadis yang waktu itu kutemui di perpustakaan.
Aku sangat marah, ketika gadis itu dengan cepat bisa mendapatkan perhatian Rean. Maka dari itu, aku langsung datang menghampiri mereka berdua. Aku berusaha berdiri di tengah-tengah, dan mendorong tubuh mereka berdua.
Kulihat mereka berdua menatapku takut-takut, mungkin, mereka takut jika aku marah. Kulihat, Rean berlari kencang meninggalkanku. Ah, lagi-lagi aku ditinggalkan.
Hingga suatu ketika, suratku ditemukan oleh Rean. Katanya, dia menemukan surat itu di kaca jendela mobilnya ketika ia sedang menyetir. Tanpa pikir panjang, Rean datang menghampiriku. Untuk pertama kalinya, aku bisa melihat Rean bersedia berbicara kepadaku.
"Kenapa kamu melakukan itu?" tanya Rean.
"Karena aku menyukaimu, Rean," jawabku. Rean tampak menghela napasnya.
"Aku yakin, jika kamu melihatku, kamu akan menyukaiku. Aku ingin, kamu tahu, bahwa aku memiliki sebuah rasa untukmu, Rean. Perasaan yang biasa orang sebut dengan cinta," cetusku.
"Laras, aku akui kamu cantik. Namun, aku sudah memiliki pacar," sahut Rean.
"Siapa? Orang yang kamu bantu ambilkan buku di perpustakaan itu? Kenapa? Kenapa kamu melakukan ini kepadaku? Aku yang selama ini mencoba mendekatimu, bukan dia!" pekikku. Aku marah dan kesal sekali.
"Tapi, aku mencintainya, Laras," cetus Rean. Aku mendengus kesal ketika mendengarnya.
"Dia manusia. Tinggalkan dia, duniamu sekarang adalah dunia yang sama denganku. Aku mencintaimu, kamu harus menjadi pacarku. Aku udah lama menjadi pengagum rahasiamu!" pekikku.
"Mari kita mulai kisah kita," ucapku lebih lembut sembari menggenggam tangan Rean.
"Baiklah," sahut Rean.
Akhirnya, aku bisa mendapatkan Rean. Ini semua berkat surat cinta yang kupasang di kaca mobil Rean ketika ia sedang menyetir.