Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Jakarta, 1980
Yusuf, seorang anak remaja berpakaian lusuh berusaha untuk masuk ke konser seorang diva cantik berusia dua puluh tahun bernama Sarah. Namun di depan pintu gedung ia dihadang oleh beberapa penjaga karena tak memiliki tiket.
“GAK ADA TIKET GAK BOLEH MASUK!”
Yusuf pun didorong kencang hingga terjatuh. Sarah yang baru turun dari mobilnya, melihat itu lalu membantu Yusuf berdiri.
“Kamu gak apa-apa?” ucap Sarah lembut. Yusuf segera menoleh.
“K--kak... Sarah?” tubuh Yusuf gemetaran melihat sang idola tiba-tiba ada di depannya. Sarah hanya tersenyum melihat kegugupan Yusuf.
“Maaf kak, a-aku gak ada uang buat beli tiket, tapi aku ingin sekali lihat konser kakak!”
Sarah berbisik sambil memberikan sebuah tiket, “Nih buat kamu, kompensasi barusan, tapi jangan bilang siapa-siapa ya!”
Yusuf melihat tiket di tangannya, ada tanda tangan Sarah di tiket itu.
“Kalau udah gede nanti, jadi orang kaya biar bisa lihat konser aku sepuasnya!” Sarah melambaikan tangan lalu masuk ke dalam gedung. Meninggalkan Yusuf yang sedang bersumpah dalam hatinya, bahwa ia akan menjadi fans Sarah untuk selamanya.
***
Empat puluh tahun kemudian...
Yusuf telah menjadi orang kaya, ia adalah CEO dari banyak perusahaan. Di dinding ruangan kerjanya yang luas, ia melihat sebuah tiket dengan tanda tangan Sarah yang dibingkai oleh figura emas.
Sarah Ophelia, Diva yang sempat tenar di tahun 80-an kini tak diketahui lagi keberadaannya. Semenjak albumnya tak laku lagi dipasaran, Sarah tiba-tiba menghilang. Namanya pun terlupakan dan tak ada orang yang mengingatnya lagi. Kecuali Yusuf yang beberapa tahun belakangan ini menggunakan segala kekuatannya untuk mencari Sarah, sang idola abadinya.
Dan hari yang dinantikan Yusuf pun tiba, salah seorang bawahannya telah berhasil menemukan Sarah.
“Kita sudah menemukan dia!”
Yusuf pun bergegas dengan mobil mewahnya menuju restoran dimana katanya Sarah kini bekerja.
Saat masuk restoran ia melihat seorang wanita tua sedang dibentak managernya karena menjatuhkan makanan pesanan pelanggan.
“Maaf lain kali saya lebih hati-hati,”
“Dasar, udah bau tanah masih aja pengen kerja!”
“Hey, jaga omongan anda!” ucap Yusuf dengan wajah geram.
“Anda siapa?” balas si manager.
Yusuf segera mengeluarkan sebuah sertifikat restoran, “saya baru membeli restoran ini, saya owner baru di sini!”
Wajah si manager pucat. Yusuf segera beralih ke Sarah.
“Kak Sarah, ingat aku?”
Sarah mengamati pria paruh baya di depannya dan menggelengkan kepala. Yusuf pun mengeluarkan tiket dengan tanda tangan Sarah.
“Oh! ya ampun... kamu remaja yang waktu itu...”
“Ya, maaf waktu itu aku gak jadi lihat konser karena gak mau kehilangan tiket istimewa ini...”
Mata Sarah jadi berair.
“Konser... ah, iya... dulu saya ini seorang idola ya... sudah lama sekali...” Sarah tersenyum kecil.
“Sekarang pun kak Sarah masih idola saya, kak Sarah, ada sesuatu yang ingin saya lakukan sejak dulu,”
***
Yusuf pun menyewa sebuah gedung hanya untuk Sarah dan dirinya, dalam gedung itu Sarah tampak bernyanyi dengan bahagia, walaupun kemampuannya sudah tak sebaik dulu lagi, dan di bangku penonton, Yusuf duduk seorang diri.
Lalu tiba-tiba saja tubuh mereka kembali ke empat puluh tahun silam, saat seorang diva berusia dua puluhan sedang menyanyi dengan semangat, dan di depannya, seorang remaja berpakaian lusuh tersenyum bahagia.