Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Semilir angin berhembus, menerbangkan rambut pirangnya. Cahaya matahari yang meredup menambah kilauan keemasanna. Pandangannya kosong, menatap ombak pantai yang tampak tenang. Sudah hampir 30 menit kami berdiri di tepi pantai tanpa berbicara sepatah kata pun. Aku bergerak gelisah, jujur aku sangat tidak nyaman dengan keadaan ini. Ingin rasanya aku menarik tangannya, membawanya berlari menyusuri pantai. Namun, aku tidak ingin mengganggunya, dia tampak tenang.
"Matahari pergi dan bulan datang,"
Spontan aku menghentikan pergerakan kakiku yang membuat pola abstrak di atas pasir putih. Menoleh menatap gadis muda disampingku dengan kerutan bingung. Aku memutar kepala menatap objek yang sama. Matahati telah tenggelam sepenuhnya. Aku menengadah menatap langit yang ternyata sudah gelap.
Aku kembali fokus padanya, menunggu kalimat selanjutnya. Dia menarik dua sudut bibirnya tinggi, matanya yang berwarna biru ikut tertarik membentuk bulan sabit. Aku terpana, aku berani bertaruh mata birunya tak kalah cantik dari laut dihadapanku.
"Jangan menatapku seperti itu Bry!"
Aku terkejut, dengan cepat membuang pandanganku, menatap laut. Benar, matanya tak kalah cantik. Pipiku merona, untung langit sudah gelap, pipiku yang memerah tidak bisa dilihat dengan jelas kecuali orang yang memiliki pandangan luar biasa. Dia terkekeh kecil, sayangnya dia termasuk dalamnya.
"Matahari dan bulan tidak pernah terlihat bersama, kau tahu mengapa Bry?" Suaranya berubah serius.
"Mungkin karena takdir,"
Aku menoleh kembali menatapnya. Pipiku sudah kembali normal. Dia tersenyum. Aku kembali mengerut bingung, semakin bingung kala terdengat suara gesekan pasir. Aku memutar tubuhku menghadapnya. Menolehkan kepalaku kebelakang untuk melihat lebih jelas asal suara.
Memang siapa yang datang ke tempat ini di jam segini selain kami? Semakin jelas, suaranya sangat berisik seperti bukan hanya satu orang.
"Bry, percayalah matahari tidak pernah pergi, dia selalu berada di tempatnya menunggu bulan datang, hanya saja dia tak terlihat saat bulan datang,"
Aku kembali meluruskan kepalaku, dia tersenyum, mata birunya semakin bening8 seperti terlapisi air.
"Hey kau!"
Aku menoleh lagi ke samping terlihat bayangan beberapa orang mendekat.
"Ini takdir Bryan,"
Aku mengalihkan pandanganku, menatap tempat seharusnya dia berada, tapi, dia telah menghilang.
Aku menutup mata, mengerti alasan dia membawaku ke pantai biru. Aku hanya mampu bergumam lirih.
"I love you Luna the Bluem,"