Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Jalan Tol
4
Suka
5,713
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Ipau sangat senang ada jalan tol di pulaunya. Setiap di warung Julak Mahmud, itu-itu saja bahasannya. “Pertama di pulau ini. Hebat kan,” ucap Ipau disambut anggukan-anggukan lelah. “Tapi, nanti bis-bis itu ndak laku Pau?” tanya Daeng Sanusi. “Lain jalur itu. Jalan ini bisa bikin kita tembus ke mana-mana. Cepat.” Sementara yang lain masih mencerna, Ipau bersuara lagi. “Ndak susah lagi Daeng antar istri berobat. Bisa Pak Yanto bolak-balik tiap hari berdagang di ibu kota. Julak Mahmud bisa datangin anaknya yang kuliah, biar warungnya kita yang jaga.” Kelakar Ipau dibalas tengokan gelisah Julak Mahmud yang sedang mengaduk kopi. “Kapan diresmikan jalan tol itu Pau? Ndak sempat aku baca berita. Kalian aja sumber beritaku.” “Tahun depan diresmikan langsung bisa dipakai Julak. Keren kan,” ujar Ipau bangga. “Berapa kita bayar tol nanti Pau?” tanya Pak Yanto menyeruput kopi. “Bah. Memangnya jalan di kampung, harus sumbangan? Ndaklah. Pemerintah yang bikin. Kita tinggal lewat aja,” balas Ipau.

Saking bangganya, dikabari keluarga mamaknya yang masih hidup di provinsi tetangga. “Tapi, buat mamak di sini, apa gunanya, Pau ?” Ipau tidak mau kalah. “Pokoknya kita harus bangga aja dulu, Mak. Pulau kita sekarang sudah maju.”

Ajakan bangga itu, ia tularkan pula ke ibu-ibu yang membeli pentolnya. “Sama-sama jalan beraspal, apa bedanya sih?” tanya seorang ibu. “Lebih lebar Bu. Lebih mulus jalannya,”jawab Ipau yakin.  “Berapa harus bayar tol nanti?” tanya ibu lain. “Wah, ndak bayar. Memangnya Ibu, pas kemarin bikin jalan, minta sumbangan ke mana-mana,” balas Ipau disambut tawa ibu-ibu.

Tapi, dua hari berikutnya di warung Julak Mahmud, Ipau menjadi pendiam. “Pau, betulkah nanti Presiden yang resmikan tol?” tanya Julak Mahmud. “Ikut nanti Pau. Selpih yang banyak kau sama Presiden,” kata Daeng Sanusi. Ipau hanya mengambil Hpnya dan langsung bercakap-cakap dengan perempuan tua. “... iya Mak. Baru tahu Ipau.” Ipau pun mematikan Hpnya. Pa Yanto segera mengambil pundak Ipau. “Sudah. Mudah-mudahan kita bisa beli mobil biar bisa lewat tol.” Di pikiran Ipau yang ruwet, suara ibu pembeli pentolnya terngiang lagi, “Duh, Om Ipau, kurang baca nih. Lewat tol itu bayar, motor bututmu mana bisa masuk. Jualan pentol di pinggiran tol juga nggak boleh. Lagian baru punya jalan tol satu aja bangga. Aku sering lewat tol, biasa aja.”

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Novel
Bronze
Sulur Waktu
Foggy F F
Flash
Jalan Tol
lidhamaul
Novel
Darkpunzel
Art Fadilah
Novel
Gold
The Red Haired Woman
Mizan Publishing
Flash
Sarjana Pandemi
Fajar R
Novel
Maya Laiden
S. Po Singki
Flash
I'm Fine
iam_light.blue
Novel
School : Begin
A. Hadi
Novel
Bronze
My Mine
Ainun
Novel
Cinta Fisabilillah
Nafla Cahya
Novel
Bronze
Realitas Tak Seindah Kata Mutiara: Kumpulan Cerpen
Charisma Rahmat Pamungkas
Novel
Bronze
Tumbal Mustika Pengasihan Panji Anom
Efi supiyah
Flash
Bronze
Mustika Panoman
Efi supiyah
Novel
Gold
The Salad Days
Bentang Pustaka
Novel
Bronze
Berjuanglah!
Anisa Rahmi Gina
Rekomendasi
Flash
Jalan Tol
lidhamaul
Cerpen
Empat Babak Menuju Kenyamanan
lidhamaul
Novel
Bronze
Delmina dan Sang Pembaca
lidhamaul
Flash
Pergaulan Bebas
lidhamaul
Flash
Gombyong
lidhamaul